PENDAHULUAN
Buku
ini membicarakan kelahiran Syiah dan perkembangan selanjutnya, corak pemikiran keagamaan yang ada dalam
aliran Syiah, dan pengetahuan-pengetahuan
serta kebudayaan Islam seperti
dilihat dari sudt padang orang-orang Syiah.
Arti Agama (Din), Islam, dan Syiah
Agama. Tiada kesangsian bahwa secara
alamiah masing-masing anggota dari umat manusia tertarik kepada sesamanyadan
bahwa dalam hidupnya dimasyarakat dia bertindak dalam saling hubungan dan
saling kaitan. Untuk memuaskan indera rasa dan mengatasi lapar dan dahaga, ia
makan dan minum, sebab ia mengerti bahwa makan dan minum diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya yang bahagia. Aturan ini dapat diteruskan dalam
masalah-masalah lain.
Disamping tu, orang-orang seperti
pengikut zoroaster, Yahudi, Kristen, dan Muslim mengikuti jalan yang luhur
dalam hidup mereka, sebab mereka percaya kepada Tuhandan kehidupan manusia yang
abadi, dan menganggap manusia bertanggung jawab atas perbuatannya, yang baik
maupun yang buruk. Keseluruhan kepercayaan-kepercayaan asasi yang berkenaan
dengan tabiat alam manusia dan Alam Saemesta, dan peraturan-peraturan yang
selaras dengannya, yang diterapkan untuk kehidupan manusia, disebut din atau
agama.
Al-Quran menegaskan bahwa manusia
tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengikuti agama, yakni jalan yang
diletakkan di hadapan manusia agar dengan berjalan diatasnya manusia bisa
mencapai-Nya. Islam secara etimologi
berarti tunduk dan taat. Sebagaimana Al-Quran memberitahukan kepada kita, orang
yang pertama menyebutkan agamanya Islam
dan pengikut-pengikutnya Muslim,
adalah Ibrahim a.s.
Syiah,
yang
secara harfiah berarti partisan atau pengikut, adalah kaum Muslimin yang
menganggap pengantian Nabi SAW. Merupakan hak istimewa Nabi, dan mereka yang
dalam bidang pengetahuan dan kebudayaan Islam mengikuti mazhab Ahlul Bait.
BAB I
ASAL USUL PERTUMBUHAN SYIAH
Ajaran
Syiah berawal pada sebutan yang untuk pertama kalinya, ditujukan kepada
pengikut Ali (Syiah Ali), pemimpin pertama Ahlul Bait pada masa hidup Nabi
sendiri. Kejadian-kejadian pada awal munculnya islam dan pertumbuhan
islam-islam selanjutnya, selama dua puluh tiga tahun masa kenabian, telah
menimbulkan berbagai keadaan yang meniscayakan munculnya kelompok semacam kaum
syiah diantara para sahabat nabi.
Pada
hari-hari pertama kenabiaannya, sesuai dengan ayat Al-quran ketika dia
diperintahkan mengajak kerabat terdekatnya untuk memeluk agamanya. Nabi
Muhammad menjelaskan kepada mereka bahwa siapapun yang pertama-tama memenuhi
ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Ali adalah yang pertama tampil
kedepan dan memeluk Islam. Nabi menerima penyerahan diri Ali dan memenuhi
janjinya.
Dari
sudut pandangan kaum Syiah, adalah kurang masuk akal bila seorang pemimpin
suatu gerakan sejak pagi-pagi sudah memberitahukan wakil dan calon penggantinya
kepada pihak luar, tetapi justru tidak memberitahukannya kepada pada pendukung
dan sahabatnya yang benar-benar setia dan tulus. Kurang masuk akal apabila
pemimpin semacam itu menunjuk seseorang sebagai wakil dan penggantinya dan
memperkenalkannya kepada orang orang lain, akan tetapi kemudian selama masa
hidup dan dakwahnya ia menghalang-halangi wakilnya dari tugas-tugasnya selaku
wakil, tidak menghargainya sebgai calon pengganti dan tidak membedakannya dari
orang lain.
BAB II
GOLONGAN-GOLONGAN DALAM SYIAH
Setiap
agama mempunyai prinsip-prinsip utama yang merupakan dasar pokok, dan
prinsip-prinsip lain mengenai kepentingan yang bersifat sekunder. Apabila para
pengikut sesuatu agam aberbeda mengenai sifat prinsip-prinsip utama dan
aspek-aspek sekunder akan tetapi tetap memelihara dasar-dasar bersama, maka
terjadi insyi’ab atau timbulnya golongan-golongan dalam agama tersebut.
Timbulnya golongan-golongan semacam itu terdapat dalam semua tradisi dan agama
dan teristimewa dalam keempat agama wahyu, yaitu : Yahudi, Kristen, Zoroaster,
dan Islam.
Syiah
tidak mengalami timbulnya sesuatu golongan selama masa keimaman ketiga imam:
Ali, Hasan, dan Husain. Akan tetapi setelah kesyahidan Husain, mayoritas Syiah
menerima keimaman Ali ibn Husain As-Sajjad sebagai Imam ke-4, sedangkan
sekelompok minoritas yang dikenal sebagai golongan Kisaniyah, percaya bahwa
putra ketiga Ali, Muhammad ibn Hanafiah adalah Imam ke-4 sekaligus juga Mahdi
yang dijanjikan , dan telah menghilang kedalam persembunyian di pegunungan
Radwa dan pada suatu saat akan muncul kembali. Setelah kematian Imam As-Sajjad,
mayoritas Syiah menerima putranya Muhammad Al-Baqir sebagai imam ke-5,
sedangkan kaum minoritas mengikuti Zaid Asy-Syahid, putra Imam As-Sajjad yang
lain, dan dikenal sebagai golongan Zaidiyah
Bagian Kedua
Pemikiran Keagamaan Kaum Syiah
BAB III
TIGA METODE PEMIKIRAN KEAGAMAAN
Dengan pemikiran keagamaan kita maksudkan pola
pikiran mengenai persoalan-persoalan yang bersifat keagamaan dalam suatu agama
tertentu seperti juga pemikiran matematik adalah pola pikiran yang membahas.
Soal – soal matematik serta memecahkan problema-problemanya.
Tiada lain, satu-satunya sumber yang
menjadi dasar dan pengangan agama Islam, adalah Kitab Suci Al-Quran. Al-Quran
adalah bukti nyata tentang kenabian semesta dan abadi Rasulullah dan adalah isi
Al-Quran yang mengadung hakikat panggilan Islam.
Di dalam Islam ada tiga metode
pemikiran keagamaan. Al-Qur’an dalam ajaran-ajarannya menujukkan tiga jalan
yang bisa diikuti oleh kaum Muslimin agar dapat mendalami tujuan agama dan
pengetahuan-pengetahuan keislaman:
- Metode lahiriah dan formal dalam agama (syariat)
- Metode pemahaman intelektual
- Metode penghayatan rohaniah yang dicapai melalui keikhlasan dalam beribadah kepada Tuhan
Kita namakan ungkapan-ungkapan lisan
seperti Iman kepada Allah dan Rasul-Nya
dan Mendirikan salat, sebagai
aspek-aspek formal atau aspek-aspek lahirlah dari agama. Dalam kebanayakan kata
– kata serta ungkapan-ungkapannya, Al-Quran menegaskan keabsahan pembuktian
intelektual dan rasional; jadi ia tidak memaksa bahwa manusia lebih dahulu
harus menerima nilai – nilai pengetahuan keislaman dan baru kemudian melalui
pembuktian intelektual membenarkan pengetahuan tersebut. Akhirnya manusia harus
mendapatkan kepastian tentang kepercayaannya sebagai hasil pembuktian rasional;
dia tidak boleh percaya dulu dan sesudah itu dengan penuh ketundukkan mencari
bukti. Dengan demikian berpikir secara fisolofis adalah juga satu metode yang
keabsahan dan kedayugunaannya ditegaskan oleh Al-Quran.
Dari apa yang telah dikatakan, jelas
bahwa Al-Quran mengajukan tiga metode untuk memahami kebenaran keagamaan:
metode yang yang menyangkut aspek lahirlah atau aspek-aspek formal dari agama;
penalaran intelektual; dan keihklasan dalam ketaatan yang membawa ke intuisi
intelektual, yang pada gilirannya menghasilkan tersingkapnya kebenaran dan
pandangan batiniahnya.
METODE PERTAMA:
ASPEK FORMAL AGAMA
Berbagai Segi dalam Aspek Formal
Agama
Dari
apa yang telah diuraikan sudah jelas, bahwa Al-Quran yang menjadi sumber utama
bagi pemikiran keagamaan di dalam Islam, telah memberikan otoritas penuh pada
makna-makna tersurat dari kata-katanya bagi mereka yang menyimak pesannya.
Tradisi Para Sahabat
Dalam Islam Syiah, hadis yang
disampaikan melalui para Sahabat dinilai menurut prinsip yang berikut: bila ada
hubungannya dengan ucapan dan perilaku Nabi dan tidak berlawanan dengan hadis
dari kalangan Ahlul Bait, hadis-hadis tersebut dapat di terima.
Al-Quran dan As-Sunnah
Kitab suci Al-Quran adalah sumber
utama dari segala corak pemikiran Islam. Al-Quranlah yang memberi kan kesahan
dan kewenagan kepada segala sumber keagamaan yang lain dalam Islam. Jelaslah
bahwa bila Al-Quran tak dapat dimengerti oleh semua orang, sudah pasti tak akan
ada tempat untuk pernyataan-pernyataan seperti itu.
Aspek Lahir dan Aspek Batin dari
Al-Quran
Telah dijelaskan bahwa Kitab Suci
Al-Quran menjelaskan tujuan-tujuan agama melalui katanya-katanya sendiri dan
memberikan perintah-perintah kepada manusia dalam masalah-masalah doktin dan tindakan.
Penunjang utama pernyataan –
pernyataan ini adalah suatu perlambang yang disebutkan Tuhan dalam Al-Quran,
Surah 13 ayat 17. Dalam ayat ini karunia ilahi dilambangkan dengan hujan yang
turun dari langit dan dari hujan itulah tergantung kehidupan bumi dan penduduknya.Orang-Orang
yang mempunyai kesucian hati seperti ini secara alamiah tertarik kepada dunia
keabadian. Mereka memandang fenomena yang berbeda-beda dari dunia yang berlalu
sebagai suatu lambang dan pertanda dari dunia yang lebih tinggi, bukan sebagai
realitas yang tetap dan berdiri sendiri.
Bisa dilihat bahwa pengertian batin
yang diutarakan dalam kedua contoh tersebut di atas tidak ada hubungannya
dengan pelakasanan secara lahiriah perintah dan larangan yang bersangkutan.
Prinsip
– Prinsip Penafsiran Al-Quran
Pada
permulaan Islam, umum dipercayai oleh sementara kaum Sunni, bahwa bila terdapat
cukup alasan seseorang bisa saja mengabaikan arti tersurat dari ayat - ayat
Al-Quran dan memberinya arti tersurat dari ayat-ayat Al-Quran dan memberi nya
arti berlawanan. Biasanya arti yang berlawanan dengan arti tersurat itu disebut
takwil, dan apa yang dinamakan takwil Al-Quran dalam kalangan Islam Sunni
umumnya dipahami dalam pengertian ini.
Apa yang tepat dikatakan sebagai
takwil atau penafsairan Al-Quran, tidaklah sekedar pengertian kata – kata
secara harfiah. Keseluruhan Al-Quran mengandung pengertian takwil, makna
tersirat yang tidak bisa dipahami langsung oleh pikiran manusia sendiri.
Prinsip bahwa hadis itu sahdan
berlaku sebagaimana dinyatakan oleh Al-Quran sama sekali tidak diperbantahkan
dikalangan kaum Muslimin seluruhnya. Di satu pihak, para khalifah masa itu
mencegah penulisan dan pencatatan hadis, dan bahkan memerintahkan pembakaran
setiap halaman yang memuat teks hadis.
Cara Kaum Syiah Mensahkan Hadis
Di
dalam sumber – sumber kaum Syiah terdapat beberapa hadis dari Nabi dan para
Imam dengan sanad yang sahih yang menyatakan bahwa sebuah hadis yang berlawanan
dengan Al-Quran tidak mempunyai nilai. Hadis hanya bisa dianggap sahih apabila
ia sesuai dengan Al-Quran. Dengan berdasarkan hadis – hadis ini orang –orang
Syiah tidak akan berbuat atas dasar hadis-hadis
yang isinya berlawanan dengan teks Al-Quran.
Cara Kaum Syiah Mengikuti Hadis
Sebuah
hadis yang langsung didengar dari
mulut Nabi atau dari salah seorang Imam, diterima sebagaimana Al-Quran.
Mengenai hadis yang diterima melalui perantara,
kebanyakan orang-orang Syiah menerimanaya apabila sanad atau mata rantai penyampaiannya meyakinkan, atau ada bukti
yang pasti mengenai kebenarannya; dan apabila bersangkutan dengan prinsip
–prinsip ajaran yang membutuhkan pengetahuan dan keyakinan, ia harus sesuai
dengan teks Al-Quran.
Belajar dan Mengajar dalam Islam
Menurut
ajaran Islam, mencari ilmu pengetahuan adalah kewajiban agama, Nabi bersabda: ”Mencari ilmu pengetahuan adalah kewajiban
bagi setiap penganut agama Islam”. Jelas bahwa mencari pengetahuan mengenai
prinsip-prinsip agama, walaupun secara ringkas, dalam batas tertentu
dimungkinan untuk setiap orang.
Oleh karena itu, mempelajari
perintah-perintah dan hukum-hukum Islam melalui pemikiran telah dibatasi oleh
prinsip fardhu kifayah bagi orang-orang yang memiliki kemampuan yang cukup dan
memang cocok untuk mempelajari hal itu.
Syiah dan Pengetahuan Naqilah
Pengetahuan-pengetahuan keislaman
yang lahirnya berkat para ulama yang telah meyusun dan merumuskannya terbagi
dalam dua kategori: aqilah dan naqilah. Pengetahuan-pengetahuanaqilah mencakup
pengetahuan pngetahuan seperti filsafat dan matematika. Pengetahuan –
pengetahuan naqilah adalah pengetahuan yang bersandarkan pada penyampaian dari
suatu sumber, seperti pengetahuan tentang bahasa, hadis, dan sejarah.
METODE KEDUA
METODE INTELKTUAL DAN PENALARAN
INTELEKTUAL
Pemikiran Filsafat dan Teologi
dalam Syiah
Pembuktian intelektual, yang
membantu manusia menemukan jalan keluar untuk persoalan-persoalan tersebut
dengan fitrah yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, terdiri atas dua macam: burhan (pembuktian) dan jadal (dialektika).
Al-Quran menggunakan kedua metode
ini dan banyak ayat di dalamnya yang mmbenarkan kedua metode pembuktian ini.
Yang pertama, Al-Quran memerintahkan penyelidikan dan pemikiran yang bebas baik
tentang prinsip –prinsip uemesta, maupun mengenai universal dunia wujud,
prinsip – prinsip umum tentang tata alam susunan yang lebih khusus seperti tata
surya, bintang, siang, dan malam, bumi, tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dan
sebagainya.
Kedual, Al-Quran telah memerintahkan
manusia untuk menggunakan pemikiran dialektis, yang biasanya disebut diskusi
teologis (kalam), dengan ketentuan ia digunakan sebaik mungkin, yaitu dengan
maksud untuk mendapatkan kebenaran tanpa melalui pertengkaran, dan dilakukan
oleh mereka yang memiliki cukup kebajikan moral.
Prakarsa Kaum Syiah dalam Filsafat
Islam dan Ilmu Kalam
Mengenai
teologi atau ilmu kalam, jelas bahwa sejak awal ketika kaum Syiah memisahkan
diri dari mayoritas kaum Sunni, mereka mulai berdebat dengan lawan-lawan mereka
mengenai pandangan tertentu mereka sendiri.
Mengenai Filsafat, mereka yang
mengenal ucapan – ucapan dan karya-karya para sahabat Nabi (tercatat sebanyak
1200o rang dan 120000karya lagi diakui ada) mengetahui, bahwa sedikit banayak
di antara upan – ucapan itu berisi pembahasan filsafat yang berharga.
Sumbangan Kum Syiah
Terhadap Filsafat dan Ilmu-Ilmu
Pengetahuan Aqliah
Sebagaimana sejak awal kaum Syiah
memainkan peranan penting dalam pembentukan pemikiran filsafat Islam, ia pun
merupakan satu faktor terpenting dalam perkembangan berikutnya dan juga dalam
penyebarluasan filsafat dan ilmu-ilmu pengetahuan Islam lainnya.
Demikian pula dalam ilmu-ilmu
pengetahuan aqliah lain, muncul banyak tokoh terkemuka seperti Nashirud-Din
Tusi (Filosof sekaligus ahli matematika) dan Birjandi juga seorang ahli
matematika terkenal. Semua bentuk ilmu pengetahuan, khususnya metafisika atau
teosofi (filsafat ketuhanan) mengalami kemajuan luar biasa, karena usaha dan
jerih payah sarjana-sarjana Syiah yang tak jemu-jemunya.
Tokoh – Tokoh Intelektual Terkemuka
dalam Syiah
Tsiqat
Al-Islam Muhammad ibu Ya’qub Kulaini (meninggal tahun 329 H/940 M) adalah orang
Syiah pertama yang memisahkan hadis Syiah dar i kitab – kitab yang disebut
Ushul ( Pokok-pokok ) dan kemudian mengatur dan menyusunnya sesuai dengan judul
– judul fiqih dan rukun iman. Kitab karya Kulaini yang bernama Kafi dibagi
dalam tiga bagian: Ushul (pokok), Furu’ (cabang), dan Mutanawwi’ (bunga rampai
) dan terdiri atas 16199 hadis. Kitab ini adalah karya yang paling terpecaya
dan terpuji yang diketahui rang di kalangan kaum Syiah.
Tiga
buah buku lainnya sewbagai pelengkap kittab Kafi adalah karangan ahli fiqih
Syekh Saduq Muhammad ibn Babuyah Qumi (meningal tahun 381 H/ 991 M), kitab
Al-Tahdzib dan kitab Al-Istibshar kedua yang terakhir ini karangan Syekh
Muhammad Tusi (meninggal tahun 460 H/ 1068 M) Abul Qasim Ja’far ibn Hasan Ibn
Yahya Hilli (meninggal tahun 676 H/ 1277M), terkenal sebagai Muhaqqiq, adalah
seorang cendekiawan ternama dalam ilmu pengetahuan dalam bidang fiqih dan
dianggap sebagai seorang ahli fiqih Syiah yang paling terkemuka. Syekh Ja’far
Kasyif Al-Ghita’ Najafi (meninggal tahun 1327 H/ 1909M) yang telah banyak
menghasilkan banyak menghasilkan karya-karya cemerlang dalam bidang fiqih
antara lain yang lain terkenal ialah kitab
Kasyful –Ghita. Khwajah Nashirud-Din Tusi (meninggal tahun672H/1274M)
adalah yang pertama yang telah menjadikan Ilmu Kalam pengetahuan yang
menyeluruh dan lengkap.
Sadrud
Din Syirazi (meninggal tahun 1050 H/ 1640 M), terkenal sebagai Mulla Sadra dan
Sadrul Muta’allihin adalah seseorang filosof, yang untuk pertama kali membawa
susunan dan keserasian yang lengkap ke dalam pembahasan – pembahasan mengenai
masalah - masalah filsafat. Pada abad ke 6 H/ 12 M dan Shamsud (Din Turkah,
Filsof abad ke-8 H/14 M, telah berusaha ke arah penyerasian Ilmu Makrifat,
Filsafat dan aspek lahirlah agama, tetapi yang telah bberhasil secara sempurna
dalam usaha tadi adalah Mulla Sadra.
Syekh
Murtadha Anshari Syusytari (mjeninggal tahun 1281 H/1864M) menyusun kembali
ilmu pengetahuan tentang ushul fiqih di atas dasar yang baru dan merumuskan perinsip-prinsip pelaksanaan
ilmu pengetahuan ini. Lebih ini satu abad ajaran-ajaranya telah diikuti secara tekun oleh
sarjan-sarjana Syiah.
METODE KETIGA
INTUISI INTELEKTUAL ATAU
PENYINGKAPAN MISTIK
Manusia dan Penghayatan Tasauf
Setiap
manusia percaya pada suatu Realitas yang tetap, walaupun terdapat pernyataan
kaum Sophis dan Skeptis yang mengatakan bahwa semua keenaran dan realitas
adalah khayalan dan ketakhayulan. Kenikmatan memahami Realitas ini di mata si
pemandang mengatasi setiap kenikmatan lain dan membuat segala sesuatu yang lain
kelihatan tida berati dan btidak penting. Agama – agama politeis dan Yahudi,
Nasrani, Zoroaster, dan Islam semuanya mempunyai penganut yang beriman, yang
merupakan sufi – sufi yang arif.
Wajah Ilmu Makrifat (Tasauf) dalam
Islam
Ilmu
Makrifat atau tasauf seperti diamati pada masa kini, mula-mla timbul dalam
dunia Sunni dan kemudian di kalangan kaum Syiah. Orang yang menyatakan secara
terbuka sebagai Sufi dan penganut ilmu makrifat, dan diakui sebagai mursyid
atau guru rohani dari tarekat orang-orang Sufi, dalam bidang Fiqih Islam
tampaknya mengikuti paham Sunni. Kewalian sebagai hasil dari tuntunan ke jalan
kerohanian yang dianggap oleh para Sufi sebagai kesempurnaan manusia, adalah
suatu keadaan yang menurut kepercayaan Syiah dipunyai sepenuhnya oleh Imam dan
melalui pancaran wujudnya bisa dicapai oleh para pengikutnya yang setia.
Pedoman yang Diberikan Al-Quran dan
As-Sunnah untuk Ilmu Makrifat
Allah SWT memerintahkan kepada
manusia di berbagai tempat dalam Al-Quran untuk menekuni Al-Quran dan tetap
teguh dalam usaha ini dan tidak puas hanya sekedar mengerti secara dangkal dan
permulaan. Sebagai ganti melihat keindahan pinjaman yang orang-orang lain
saksikan dalam penampilan dunia yang menarik, dia melihat Keindahan Yang Tak
Terbatas., Obyek kecintaan yang menampakkan Diri-Nya melalui daerah-daerah
dunia yang sempit ini. Hubungan Tuhan dan dunia dari suatu pandangan adalah
seperti (1+0) dan bukan (1+1) atau (1X1), yakni dunia bukanlah apa-apa di
hadapan Tuhan, dan tidak menambahkan apa pun kepada-Nya adalah pada saat
terwujudnya kebenaran ini, hasil-hasil keberadaan manusia terpisah diambil
dengan paksa dan dalam satu sentakan manusia menyerahkan dirinya ke kecintaan
Ilahi.
Bagian
Ketiga
Akidah-Akidah
Islam Menurut Kaum Syiah
BAB IV
TENTANG PENGETAHUAN KETUHANAN
Dunia Dilihat dari Sudut Pandang
Wujud dan Realitas: Keharusan Adanya Tuhan
Selama mausia adalah manusia,
kesadaran dan pengetahuan ini ada dalam dirinya dan tidak bisa diragukan atau
mengalami sesuatu perubahan. Pengertia terhadap realitas dan wujud yang
dikokohkan manusia melalui kecerdasannya, berlawanan dengan pandangan kaum
Sophis dan Skeptis, adalah tak berubah dan tidak pernah bisa dibuktikan keliru.
Pandangan Lain
Tentang Hubungan Antara Manusia dan
Alam Semesta
Al-Quran mengajarkan pengetahuan
tentang Tuhan kepada umat manusia melalui berbagai cara. Kebanyakan ia menarik
perhatian mereka pada penciptaan dunia dan aturan yang menguasai nya. Seperti
yang kita ketahui, dunia wujud yang luas ini yang terbentang dihadapan
kita,baik dalam bagian-bagiannya maupun sebagaisuatu keseluruhan, secara terus
menerus berada dalam proses perubahan dan peralihan. Dunia meluaskan wilayah
kegiatannya dari keadaan yang paling rendah ke keadaan yang paling sempurna dan
mencapai tujuan kesempurnaannya sendiri.
Matahari, bulan, bintang-bintang,
air dan bumi, malam dan siang, musim-musim yang silih berganti, awan, angin dan
hujan, kekayaan di dalam perut dan di atas permukaan bumi, denga perkataan lain
seluruh kekuatan alam menggunakan daya dan sumber-sumbernya untuk kebaikan dan
ketentraman batin manusia. Kesinambungan dan keharmonisan semacam itu dapat
diamati pula dalam bangunan batin dari setiap fenomena di dunia.
Kesadaran yang lebih dalam tentang
keteraturan yang menguasai dunia ini cukup membuktikan bahwa dunia bersama
keteraturan yang mengaturnya, adalah karya Pencipta Yang Maha kuasa, yang
dengan pengetahuan dan kekuasaan-Nya yang tak terbatas menciptakan alam ini,
dan membimbingannya mencapai tujuan akhir.
Zat Ketuhanan dan Sifat-Sifat-Nya
Misalnya
zat manusia akan masa dengan kemampuannya, dan kemampuan sama dengan
pengetahuannya, tinggi sama denagn kecantikan, semuanya mempunyai arti yang
sama. Dari pengertian ini jelas bahwa Zat Ilahi tidak bisa dibayangkan
mempunayi sifat-sifat. Suatu sifat dapat mewujud hanya melalui batas-batas
tertentu sedangkan Zat Ilahi melampaui semua keterbatasan (bahkan keterbatasan
dari ketransendenan yang dalam kenyataannya adalah suatu sifat).
Pengertian Sifat-Sifat Ilahi
Dalam dunia ciptaan kita menyadari
bahwa banyak kesempurnaan yang muncul dalam bentuk sifat-sifat. Ini adalah
sifat – sifat yang positif dimanapun mereka muncul, bertujuan membuat lebih
sempurna dan meningkatkan nilai ontologisnya, seperti bisa dilihat dengan jelas
dalam perbandingan antara makhluk hidup seperti manusia dengan makhluk mati
seperti batu.
Perbedaan yang diamati antara Zat
dan sifat-sifat, dan pada waktu yang sama antara sifat – sifat itu sendiri
hanyalah pada tingkat-tingkat pengertian. Sebenarnya adalah hanya ada satu zat
yang tunggal dan tak terbagi-bagi.
Uraian Lebih Lanjut tentang Sifat
Pada umumnya sifat – sifat ada dua
macam: sifat-sifat kesempurnaan dan sifat-sifat ketidaksempurnaan. Sifat-sifat
kesempurnaan adalah sifat positif dan memberikan nilai ontologis yang lebih
tinggi dan akibat ontologis yang lebih besar pada benda yang memperoleh
sifat-sifat itu. Sifat – sifat ketidaksempurnaan adalah kebalikan sifat-sifat
semacam itu.
Oleh karena itu Al-Quran
menghubungkan langsung tiap positif kepada Tuhan dan meniadakan setiap sifat
ketidak sempurnaan dari-Nya, menyifati ketiadaan sifat-sifat ketidak sempurnaan
pada-Nya, menyifati ketiadaan sifat-sifat ketidaksempurnaan pada-Nya, seperti
firman-Nya, “Dia Maha Mengetahui lagi
Maha Berkuasa, Dia Maha Hidup” atau”Tiada kantuk apalagi tidur menghinggapi-Nya”;
juga “Ketahuilah bahwa kamu tak dapa menghalang-halangi Allah.”
Masalah
yang kita tidak boleh lupakan adalah bahwa Tuhan Yang Maha Mulia, adalah
Realitas Mutlak tanpa batas dan sempadan.
Sifat – Sifat Perbuatan
Sebagai tambahan sifat-sifat juga
dibagi dalam: sifat-sifat zat dan sifat-sifat perbuatan. Sifat-sifat yang
bertalian dengan Allah setelah perbuatan mencipta seperti pencipta, berkuasa,
memberi kehidupan dan kematian, memberi rezeki dan sebagainya, tidaklah sama
dengan Zat-Nyamelainkan tambahan. Sifat – sifat itu adalah sifat-sifat
perbuatan. Dengan sifat-sifat perbuatan dimaksudkan bahwa stelah perwujudan
suatu tindakan, makna suatu sifat dimengerti dari perbuatan, bukan dari Zat
(yang melakukan penciptaan tersebut) Pencipta, yang dapat dibayangkan setelah
perbuatan mencipta dilakukan. Dari penciptaan dipahami sifat Tuhan sebagai
pencipta.
Qadha dan Qadar
Dalam
ajaran-ajarannya, Al-Quran menyebut kekuasaan keharusan ini qadha dan ketentuan Ilahi, sebab keharusan ini lahir dari sumber yang
memberikan keberadaan pada dunia dan karena itu hukum dan ketentuan ilahi
adalah pasti dan tidak mungkin dilanggar atau dibantah. Ia didasarkab pada
keadalian, tanpa perkecualian atau pembedaan.
Manusia dan Kehendak Bebas
Perbuatan yang dilakukan manusia
adalah salah satu fenomena dalam dunia ciptaan dan kemunculannya seperti
fenomena lain di dunia sepenuhnya tergantung pada sebabnya. Manusia mempunyai
kemungkinan atau kehendak bebas (ikhtiar) untuk melaksanakan perbuatan itu.
Pemahaman manusia yang sederhana dan
murni juga memperkuat sudut pandang ini, sebab kita melihat bahwa orang melalui
fitrah dan kecerdasan yang mereka peroleh dari anugerah Than membedakan antara
hal-hal semacam makan, minum, datang dan pergi di satu pihak, dan di lain pihak
hal semacam sehat dan sakit, tua dan muda, atau tinggi dan rendah.
Pada masa permulaan Islam, di
kalangan Sunni terdapat dua mazhab yang berhubungan dengan aspek teologis dari
perbuatan manusia. Segolongan berpendapat bahwa perbuatan manusia adalah hasil
dari kehendak Tuhan yang tak bisa ditolak, perbuatan manusia sudah ditentukan,
dan kehendak bebas manusia tak mempunyai nilai dan makna. Golongan lain
mempercayai manusia mandiri dalam perbuatan-perbuatannya, perbuatan itu tak
tergantung pada Kehendak Ilahi berada diluar ketentuan Qadar.
BAB
V
TENTANG
PENGETAHUAN KENABIAN
Sebutir
gandum yang ditanam ditempat yang sesuai akan bertunas dan mengalami proses
pertumbuhan yang setiap saat memperoleh bentuk dan keadaan baru. Dengan
mengikuti aturan dan proses tertentu, ia tumbuh menjadi setangkai gandum yang
bernas. Bila bijinya jatuh kembali ke tanah, ia pun akan mengalami siklus
pertumbuhan dari bertunas hingga berbuah. Begitu juga sebutir biji buah-buahan
yang ditanam, ia mulai mengalami perubahan bentuk yang teratur dan tetap hingga
menjadi pohon yang sempurna, hijau, dan berbuah lebat.
Proses
perkembangan ynag berbeda-beda dan teratur ini biasanya diamati pada jenis
makhluk hidup yang hidup di dunia ini, yang masing-masing mempunyai kodrat
alamiyahnya sendiri. Dari tesis yang terbukti ini bisa ditarik dua kesimpulan:
(1) dianatara berbagai tahap yang dilalui oleh setiap jenis makhluk, dari mula
hingga akhir keberadaannya, terdapat kesinambungan dan saling berhubungan,
seakan-akan tiap tahap perkembangan di dorong dari belakang dan ditarik dari
depan oleh tahapan berikutnya. Dan (2) oleh karena kesinabungan dan saling
berhubungan seperti disebutkan di muka, maka tahap akhir perkembangan setiap
makhluk adalah tujuan keberadaannya. Misalnya tujuan dari biji kacang yang
sedang bertunas adalah tumbuhnya pohon kacang yang sempurna. Begitu juga tujuan
benih yang terdapat dalam telur atau kandungan adalah lahir menjadi wujud hewan
yang sempurna.
Nabi
Muhammad, seperti juga nabi-nabi lain, dituntut untuk memperlihatkan mukjizat.
Nabi sendiri menegaskan kemampuan nabi-nabi menunjukan mukjizat, sebagaimana
dinyatakan dengan jelas oleh Al-quran. Beberapa mukjizat nabi telah
diceritakan, dan riwayat ini cukup kuat dan bisa diterima dengan yakin. Akan
tetapi mukjizat nabi yang abadi, yang tetap hidup, ialah Al-quran.
BAB
VI
TENTANG
PENGETAHUAN KEAKHIRATAN
Mereka
yang sedikit banyak mengenal pengetahuan keislaman, mengetahui bahwa dalam
ajaran-ajaran Al-quran dan Sunnah Nabi terdapat banyak keterangan tentang roh
dan tubuh atau jiwa dan badan. Walaupun relatif mudah menggambarkan tentang
badan dan tentang apa yang bersifat jasmaniah, atau tentang apa yang bisa
diketahui melalui pancaindra, namun sulit dan rumit untuk membayangkan tentang
roh.
Walaupun
pandangan yang dangkal akan menganggap kematian sebagai pemusnahan manusia dan
melihat manusia hanya hidup beberapa hari saja antara kelahiran dan kematian,
Islam menafsirkan kematian sebagai perpindahan manusia dari satu tingkat
kehidupan ketingkat lain. Menurut Islam manusia mempunyai kehidupan abadi dan
tidak mengenal akhir.kematian yang memisahkan roh dari tubuh, mengangkat
manusia pada suatu tingkat kehidupan yang lain dimana kebahagiaan dan
kekecewaan tergantung pada perbuatan-perbuatan baik atau buruk pada tingkat
kehidupan sebelum kematian.
Roh
manusia dalam alam barzakh mempunyai bentuk yang sama dengan kehidupannya di
dunia ini. Jika dia seorang yang saleh, ia hidup dalam kebahagiaan dan anugrah
dalam kedekatan dengan orang-orang suci dan dekat dengan hadirat ilahi. Apabila
ia orang jahat, ia hidup dalam penderitaan dan kepedihan dan dalam lingkungan
kekuatan-kekuatan setaniah dan para pemimpin kaum yang telah tersesat.
No comments:
Post a Comment