My Real Blog, Life, Education, Story, Song, Laugh and My Real Love♡

Saturday 10 November 2018

Resume Islam Syiah Asal Usul dan Perkembangannya


PENDAHULUAN
Buku ini membicarakan kelahiran Syiah dan perkembangan selanjutnya, corak pemikiran keagamaan yang ada dalam aliran Syiah, dan pengetahuan-pengetahuan serta kebudayaan Islam seperti dilihat dari sudt padang orang-orang Syiah.
Arti Agama (Din), Islam, dan Syiah
            Agama. Tiada kesangsian bahwa secara alamiah masing-masing anggota dari umat manusia tertarik kepada sesamanyadan bahwa dalam hidupnya dimasyarakat dia bertindak dalam saling hubungan dan saling kaitan. Untuk memuaskan indera rasa dan mengatasi lapar dan dahaga, ia makan dan minum, sebab ia mengerti bahwa makan dan minum diperlukan untuk kelangsungan hidupnya yang bahagia. Aturan ini dapat diteruskan dalam masalah-masalah lain.
            Disamping tu, orang-orang seperti pengikut zoroaster, Yahudi, Kristen, dan Muslim mengikuti jalan yang luhur dalam hidup mereka, sebab mereka percaya kepada Tuhandan kehidupan manusia yang abadi, dan menganggap manusia bertanggung jawab atas perbuatannya, yang baik maupun yang buruk. Keseluruhan kepercayaan-kepercayaan asasi yang berkenaan dengan tabiat alam manusia dan Alam Saemesta, dan peraturan-peraturan yang selaras dengannya, yang diterapkan untuk kehidupan manusia, disebut din  atau agama.
            Al-Quran menegaskan bahwa manusia tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengikuti agama, yakni jalan yang diletakkan di hadapan manusia agar dengan berjalan diatasnya manusia bisa mencapai-Nya. Islam secara etimologi berarti tunduk dan taat. Sebagaimana Al-Quran memberitahukan kepada kita, orang yang pertama menyebutkan agamanya Islam dan pengikut-pengikutnya Muslim, adalah Ibrahim a.s.
            Syiah, yang secara harfiah berarti partisan atau pengikut, adalah kaum Muslimin yang menganggap pengantian Nabi SAW. Merupakan hak istimewa Nabi, dan mereka yang dalam bidang pengetahuan dan kebudayaan Islam mengikuti mazhab Ahlul Bait.




BAB I
ASAL USUL PERTUMBUHAN SYIAH

Ajaran Syiah berawal pada sebutan yang untuk pertama kalinya, ditujukan kepada pengikut Ali (Syiah Ali), pemimpin pertama Ahlul Bait pada masa hidup Nabi sendiri. Kejadian-kejadian pada awal munculnya islam dan pertumbuhan islam-islam selanjutnya, selama dua puluh tiga tahun masa kenabian, telah menimbulkan berbagai keadaan yang meniscayakan munculnya kelompok semacam kaum syiah diantara para sahabat nabi.
Pada hari-hari pertama kenabiaannya, sesuai dengan ayat Al-quran ketika dia diperintahkan mengajak kerabat terdekatnya untuk memeluk agamanya. Nabi Muhammad menjelaskan kepada mereka bahwa siapapun yang pertama-tama memenuhi ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Ali adalah yang pertama tampil kedepan dan memeluk Islam. Nabi menerima penyerahan diri Ali dan memenuhi janjinya.
Dari sudut pandangan kaum Syiah, adalah kurang masuk akal bila seorang pemimpin suatu gerakan sejak pagi-pagi sudah memberitahukan wakil dan calon penggantinya kepada pihak luar, tetapi justru tidak memberitahukannya kepada pada pendukung dan sahabatnya yang benar-benar setia dan tulus. Kurang masuk akal apabila pemimpin semacam itu menunjuk seseorang sebagai wakil dan penggantinya dan memperkenalkannya kepada orang orang lain, akan tetapi kemudian selama masa hidup dan dakwahnya ia menghalang-halangi wakilnya dari tugas-tugasnya selaku wakil, tidak menghargainya sebgai calon pengganti dan tidak membedakannya dari orang lain.
BAB II
GOLONGAN-GOLONGAN DALAM SYIAH

Setiap agama mempunyai prinsip-prinsip utama yang merupakan dasar pokok, dan prinsip-prinsip lain mengenai kepentingan yang bersifat sekunder. Apabila para pengikut sesuatu agam aberbeda mengenai sifat prinsip-prinsip utama dan aspek-aspek sekunder akan tetapi tetap memelihara dasar-dasar bersama, maka terjadi insyi’ab atau timbulnya golongan-golongan dalam agama tersebut. Timbulnya golongan-golongan semacam itu terdapat dalam semua tradisi dan agama dan teristimewa dalam keempat agama wahyu, yaitu : Yahudi, Kristen, Zoroaster, dan Islam.
Syiah tidak mengalami timbulnya sesuatu golongan selama masa keimaman ketiga imam: Ali, Hasan, dan Husain. Akan tetapi setelah kesyahidan Husain, mayoritas Syiah menerima keimaman Ali ibn Husain As-Sajjad sebagai Imam ke-4, sedangkan sekelompok minoritas yang dikenal sebagai golongan Kisaniyah, percaya bahwa putra ketiga Ali, Muhammad ibn Hanafiah adalah Imam ke-4 sekaligus juga Mahdi yang dijanjikan , dan telah menghilang kedalam persembunyian di pegunungan Radwa dan pada suatu saat akan muncul kembali. Setelah kematian Imam As-Sajjad, mayoritas Syiah menerima putranya Muhammad Al-Baqir sebagai imam ke-5, sedangkan kaum minoritas mengikuti Zaid Asy-Syahid, putra Imam As-Sajjad yang lain, dan dikenal sebagai golongan Zaidiyah
Bagian Kedua
Pemikiran Keagamaan Kaum Syiah
BAB III
TIGA METODE PEMIKIRAN KEAGAMAAN
 Dengan pemikiran keagamaan kita maksudkan pola pikiran mengenai persoalan-persoalan yang bersifat keagamaan dalam suatu agama tertentu seperti juga pemikiran matematik adalah pola pikiran yang membahas. Soal – soal matematik serta memecahkan problema-problemanya.
            Tiada lain, satu-satunya sumber yang menjadi dasar dan pengangan agama Islam, adalah Kitab Suci Al-Quran. Al-Quran adalah bukti nyata tentang kenabian semesta dan abadi Rasulullah dan adalah isi Al-Quran yang mengadung hakikat panggilan Islam.
            Di dalam Islam ada tiga metode pemikiran keagamaan. Al-Qur’an dalam ajaran-ajarannya menujukkan tiga jalan yang bisa diikuti oleh kaum Muslimin agar dapat mendalami tujuan agama dan pengetahuan-pengetahuan keislaman:
  1. Metode lahiriah dan formal dalam agama (syariat)
  2. Metode pemahaman intelektual
  3. Metode penghayatan rohaniah yang dicapai melalui keikhlasan dalam beribadah kepada Tuhan
Kita namakan ungkapan-ungkapan lisan seperti Iman kepada Allah dan Rasul-Nya dan Mendirikan salat, sebagai aspek-aspek formal atau aspek-aspek lahirlah dari agama. Dalam kebanayakan kata – kata serta ungkapan-ungkapannya, Al-Quran menegaskan keabsahan pembuktian intelektual dan rasional; jadi ia tidak memaksa bahwa manusia lebih dahulu harus menerima nilai – nilai pengetahuan keislaman dan baru kemudian melalui pembuktian intelektual membenarkan pengetahuan tersebut. Akhirnya manusia harus mendapatkan kepastian tentang kepercayaannya sebagai hasil pembuktian rasional; dia tidak boleh percaya dulu dan sesudah itu dengan penuh ketundukkan mencari bukti. Dengan demikian berpikir secara fisolofis adalah juga satu metode yang keabsahan dan kedayugunaannya ditegaskan oleh Al-Quran.
Dari apa yang telah dikatakan, jelas bahwa Al-Quran mengajukan tiga metode untuk memahami kebenaran keagamaan: metode yang yang menyangkut aspek lahirlah atau aspek-aspek formal dari agama; penalaran intelektual; dan keihklasan dalam ketaatan yang membawa ke intuisi intelektual, yang pada gilirannya menghasilkan tersingkapnya kebenaran dan pandangan batiniahnya.
METODE PERTAMA:
ASPEK FORMAL AGAMA
Berbagai Segi dalam Aspek Formal Agama
Dari apa yang telah diuraikan sudah jelas, bahwa Al-Quran yang menjadi sumber utama bagi pemikiran keagamaan di dalam Islam, telah memberikan otoritas penuh pada makna-makna tersurat dari kata-katanya bagi mereka yang menyimak pesannya.
Tradisi Para Sahabat
            Dalam Islam Syiah, hadis yang disampaikan melalui para Sahabat dinilai menurut prinsip yang berikut: bila ada hubungannya dengan ucapan dan perilaku Nabi dan tidak berlawanan dengan hadis dari kalangan Ahlul Bait, hadis-hadis tersebut dapat di terima.
Al-Quran dan As-Sunnah
            Kitab suci Al-Quran adalah sumber utama dari segala corak pemikiran Islam. Al-Quranlah yang memberi kan kesahan dan kewenagan kepada segala sumber keagamaan yang lain dalam Islam. Jelaslah bahwa bila Al-Quran tak dapat dimengerti oleh semua orang, sudah pasti tak akan ada tempat untuk pernyataan-pernyataan seperti itu.
Aspek Lahir dan Aspek Batin dari Al-Quran
            Telah dijelaskan bahwa Kitab Suci Al-Quran menjelaskan tujuan-tujuan agama melalui katanya-katanya sendiri dan memberikan perintah-perintah kepada manusia dalam masalah-masalah  doktin dan tindakan.
            Penunjang utama pernyataan – pernyataan ini adalah suatu perlambang yang disebutkan Tuhan dalam Al-Quran, Surah 13 ayat 17. Dalam ayat ini karunia ilahi dilambangkan dengan hujan yang turun dari langit dan dari hujan itulah tergantung kehidupan bumi dan penduduknya.Orang-Orang yang mempunyai kesucian hati seperti ini secara alamiah tertarik kepada dunia keabadian. Mereka memandang fenomena yang berbeda-beda dari dunia yang berlalu sebagai suatu lambang dan pertanda dari dunia yang lebih tinggi, bukan sebagai realitas yang tetap dan berdiri sendiri.
            Bisa dilihat bahwa pengertian batin yang diutarakan dalam kedua contoh tersebut di atas tidak ada hubungannya dengan pelakasanan secara lahiriah perintah dan larangan yang bersangkutan.
            Prinsip – Prinsip Penafsiran Al-Quran
            Pada permulaan Islam, umum dipercayai oleh sementara kaum Sunni, bahwa bila terdapat cukup alasan seseorang bisa saja mengabaikan arti tersurat dari ayat - ayat Al-Quran dan memberinya arti tersurat dari ayat-ayat Al-Quran dan memberi nya arti berlawanan. Biasanya arti yang berlawanan dengan arti tersurat itu disebut takwil, dan apa yang dinamakan takwil Al-Quran dalam kalangan Islam Sunni umumnya dipahami dalam pengertian ini.
            Apa yang tepat dikatakan sebagai takwil atau penafsairan Al-Quran, tidaklah sekedar pengertian kata – kata secara harfiah. Keseluruhan Al-Quran mengandung pengertian takwil, makna tersirat yang tidak bisa dipahami langsung oleh pikiran manusia sendiri.
            Prinsip bahwa hadis itu sahdan berlaku sebagaimana dinyatakan oleh Al-Quran sama sekali tidak diperbantahkan dikalangan kaum Muslimin seluruhnya. Di satu pihak, para khalifah masa itu mencegah penulisan dan pencatatan hadis, dan bahkan memerintahkan pembakaran setiap halaman yang memuat teks hadis.
Cara Kaum Syiah Mensahkan Hadis
Di dalam sumber – sumber kaum Syiah terdapat beberapa hadis dari Nabi dan para Imam dengan sanad yang sahih yang menyatakan bahwa sebuah hadis yang berlawanan dengan Al-Quran tidak mempunyai nilai. Hadis hanya bisa dianggap sahih apabila ia sesuai dengan Al-Quran. Dengan berdasarkan hadis – hadis ini orang –orang Syiah tidak akan berbuat atas dasar hadis-hadis  yang isinya berlawanan dengan teks Al-Quran.
Cara Kaum Syiah Mengikuti Hadis
Sebuah hadis yang langsung didengar dari mulut Nabi atau dari salah seorang Imam, diterima sebagaimana Al-Quran. Mengenai hadis yang diterima melalui perantara, kebanyakan orang-orang Syiah menerimanaya apabila sanad atau mata rantai penyampaiannya meyakinkan, atau ada bukti yang pasti mengenai kebenarannya; dan apabila bersangkutan dengan prinsip –prinsip ajaran yang membutuhkan pengetahuan dan keyakinan, ia harus sesuai dengan teks Al-Quran.
Belajar dan Mengajar dalam Islam
            Menurut ajaran Islam, mencari ilmu pengetahuan adalah kewajiban agama, Nabi bersabda: ”Mencari ilmu pengetahuan adalah kewajiban bagi setiap penganut agama Islam”. Jelas bahwa mencari pengetahuan mengenai prinsip-prinsip agama, walaupun secara ringkas, dalam batas tertentu dimungkinan untuk setiap orang.
            Oleh karena itu, mempelajari perintah-perintah dan hukum-hukum Islam melalui pemikiran telah dibatasi oleh prinsip fardhu kifayah bagi orang-orang yang memiliki kemampuan yang cukup dan memang cocok untuk mempelajari hal itu.
Syiah dan Pengetahuan Naqilah
            Pengetahuan-pengetahuan keislaman yang lahirnya berkat para ulama yang telah meyusun dan merumuskannya terbagi dalam dua kategori: aqilah dan naqilah. Pengetahuan-pengetahuanaqilah mencakup pengetahuan pngetahuan seperti filsafat dan matematika. Pengetahuan – pengetahuan naqilah adalah pengetahuan yang bersandarkan pada penyampaian dari suatu sumber, seperti pengetahuan tentang bahasa, hadis, dan sejarah.
METODE KEDUA
METODE INTELKTUAL DAN PENALARAN INTELEKTUAL
Pemikiran Filsafat dan Teologi dalam Syiah
            Pembuktian intelektual, yang membantu manusia menemukan jalan keluar untuk persoalan-persoalan tersebut dengan fitrah yang dianugerahkan Tuhan kepadanya, terdiri atas dua macam: burhan (pembuktian) dan jadal (dialektika).
            Al-Quran menggunakan kedua metode ini dan banyak ayat di dalamnya yang mmbenarkan kedua metode pembuktian ini. Yang pertama, Al-Quran memerintahkan penyelidikan dan pemikiran yang bebas baik tentang prinsip –prinsip uemesta, maupun mengenai universal dunia wujud, prinsip – prinsip umum tentang tata alam susunan yang lebih khusus seperti tata surya, bintang, siang, dan malam, bumi, tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, dan sebagainya.
            Kedual, Al-Quran telah memerintahkan manusia untuk menggunakan pemikiran dialektis, yang biasanya disebut diskusi teologis (kalam), dengan ketentuan ia digunakan sebaik mungkin, yaitu dengan maksud untuk mendapatkan kebenaran tanpa melalui pertengkaran, dan dilakukan oleh mereka yang memiliki cukup kebajikan moral.
Prakarsa Kaum Syiah dalam Filsafat Islam dan Ilmu Kalam
            Mengenai teologi atau ilmu kalam, jelas bahwa sejak awal ketika kaum Syiah memisahkan diri dari mayoritas kaum Sunni, mereka mulai berdebat dengan lawan-lawan mereka mengenai pandangan tertentu mereka sendiri.
            Mengenai Filsafat, mereka yang mengenal ucapan – ucapan dan karya-karya para sahabat Nabi (tercatat sebanyak 1200o rang dan 120000karya lagi diakui ada) mengetahui, bahwa sedikit banayak di antara upan – ucapan itu berisi pembahasan filsafat yang berharga.
Sumbangan Kum Syiah
Terhadap Filsafat dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan Aqliah
            Sebagaimana sejak awal kaum Syiah memainkan peranan penting dalam pembentukan pemikiran filsafat Islam, ia pun merupakan satu faktor terpenting dalam perkembangan berikutnya dan juga dalam penyebarluasan filsafat dan ilmu-ilmu pengetahuan Islam lainnya.
            Demikian pula dalam ilmu-ilmu pengetahuan aqliah lain, muncul banyak tokoh terkemuka seperti Nashirud-Din Tusi (Filosof sekaligus ahli matematika) dan Birjandi juga seorang ahli matematika terkenal. Semua bentuk ilmu pengetahuan, khususnya metafisika atau teosofi (filsafat ketuhanan) mengalami kemajuan luar biasa, karena usaha dan jerih payah sarjana-sarjana Syiah yang tak jemu-jemunya.
Tokoh – Tokoh Intelektual Terkemuka dalam Syiah
Tsiqat Al-Islam Muhammad ibu Ya’qub Kulaini (meninggal tahun 329 H/940 M) adalah orang Syiah pertama yang memisahkan hadis Syiah dar i kitab – kitab yang disebut Ushul ( Pokok-pokok ) dan kemudian mengatur dan menyusunnya sesuai dengan judul – judul fiqih dan rukun iman. Kitab karya Kulaini yang bernama Kafi dibagi dalam tiga bagian: Ushul (pokok), Furu’ (cabang), dan Mutanawwi’ (bunga rampai ) dan terdiri atas 16199 hadis. Kitab ini adalah karya yang paling terpecaya dan terpuji yang diketahui rang di kalangan kaum Syiah.
Tiga buah buku lainnya sewbagai pelengkap kittab Kafi adalah karangan ahli fiqih Syekh Saduq Muhammad ibn Babuyah Qumi (meningal tahun 381 H/ 991 M), kitab Al-Tahdzib dan kitab Al-Istibshar kedua yang terakhir ini karangan Syekh Muhammad Tusi (meninggal tahun 460 H/ 1068 M) Abul Qasim Ja’far ibn Hasan Ibn Yahya Hilli (meninggal tahun 676 H/ 1277M), terkenal sebagai Muhaqqiq, adalah seorang cendekiawan ternama dalam ilmu pengetahuan dalam bidang fiqih dan dianggap sebagai seorang ahli fiqih Syiah yang paling terkemuka. Syekh Ja’far Kasyif Al-Ghita’ Najafi (meninggal tahun 1327 H/ 1909M) yang telah banyak menghasilkan banyak menghasilkan karya-karya cemerlang dalam bidang fiqih antara lain yang lain terkenal ialah kitab  Kasyful –Ghita. Khwajah Nashirud-Din Tusi (meninggal tahun672H/1274M) adalah yang pertama yang telah menjadikan Ilmu Kalam pengetahuan yang menyeluruh dan lengkap.
Sadrud Din Syirazi (meninggal tahun 1050 H/ 1640 M), terkenal sebagai Mulla Sadra dan Sadrul Muta’allihin adalah seseorang filosof, yang untuk pertama kali membawa susunan dan keserasian yang lengkap ke dalam pembahasan – pembahasan mengenai masalah - masalah filsafat. Pada abad ke 6 H/ 12 M dan Shamsud (Din Turkah, Filsof abad ke-8 H/14 M, telah berusaha ke arah penyerasian Ilmu Makrifat, Filsafat dan aspek lahirlah agama, tetapi yang telah bberhasil secara sempurna dalam usaha tadi adalah Mulla Sadra.
Syekh Murtadha Anshari Syusytari (mjeninggal tahun 1281 H/1864M) menyusun kembali ilmu pengetahuan tentang ushul fiqih di atas dasar yang baru  dan merumuskan perinsip-prinsip pelaksanaan ilmu pengetahuan ini. Lebih ini satu abad ajaran-ajaranya  telah diikuti secara tekun oleh sarjan-sarjana Syiah.
METODE KETIGA
INTUISI INTELEKTUAL ATAU PENYINGKAPAN MISTIK
Manusia dan Penghayatan Tasauf
            Setiap manusia percaya pada suatu Realitas yang tetap, walaupun terdapat pernyataan kaum Sophis dan Skeptis yang mengatakan bahwa semua keenaran dan realitas adalah khayalan dan ketakhayulan. Kenikmatan memahami Realitas ini di mata si pemandang mengatasi setiap kenikmatan lain dan membuat segala sesuatu yang lain kelihatan tida berati dan btidak penting. Agama – agama politeis dan Yahudi, Nasrani, Zoroaster, dan Islam semuanya mempunyai penganut yang beriman, yang merupakan sufi – sufi yang arif.
Wajah Ilmu Makrifat (Tasauf) dalam Islam
            Ilmu Makrifat atau tasauf seperti diamati pada masa kini, mula-mla timbul dalam dunia Sunni dan kemudian di kalangan kaum Syiah. Orang yang menyatakan secara terbuka sebagai Sufi dan penganut ilmu makrifat, dan diakui sebagai mursyid atau guru rohani dari tarekat orang-orang Sufi, dalam bidang Fiqih Islam tampaknya mengikuti paham Sunni. Kewalian sebagai hasil dari tuntunan ke jalan kerohanian yang dianggap oleh para Sufi sebagai kesempurnaan manusia, adalah suatu keadaan yang menurut kepercayaan Syiah dipunyai sepenuhnya oleh Imam dan melalui pancaran wujudnya bisa dicapai oleh para pengikutnya yang setia.
Pedoman yang Diberikan Al-Quran dan As-Sunnah untuk Ilmu Makrifat
            Allah SWT memerintahkan kepada manusia di berbagai tempat dalam Al-Quran untuk menekuni Al-Quran dan tetap teguh dalam usaha ini dan tidak puas hanya sekedar mengerti secara dangkal dan permulaan. Sebagai ganti melihat keindahan pinjaman yang orang-orang lain saksikan dalam penampilan dunia yang menarik, dia melihat Keindahan Yang Tak Terbatas., Obyek kecintaan yang menampakkan Diri-Nya melalui daerah-daerah dunia yang sempit ini. Hubungan Tuhan dan dunia dari suatu pandangan adalah seperti (1+0) dan bukan (1+1) atau (1X1), yakni dunia bukanlah apa-apa di hadapan Tuhan, dan tidak menambahkan apa pun kepada-Nya adalah pada saat terwujudnya kebenaran ini, hasil-hasil keberadaan manusia terpisah diambil dengan paksa dan dalam satu sentakan manusia menyerahkan dirinya ke kecintaan Ilahi.
Bagian Ketiga
Akidah-Akidah Islam Menurut Kaum Syiah
BAB IV
TENTANG PENGETAHUAN KETUHANAN
Dunia Dilihat dari Sudut Pandang Wujud dan Realitas: Keharusan Adanya Tuhan
            Selama mausia adalah manusia, kesadaran dan pengetahuan ini ada dalam dirinya dan tidak bisa diragukan atau mengalami sesuatu perubahan. Pengertia terhadap realitas dan wujud yang dikokohkan manusia melalui kecerdasannya, berlawanan dengan pandangan kaum Sophis dan Skeptis, adalah tak berubah dan tidak pernah bisa dibuktikan keliru.
Pandangan Lain
Tentang Hubungan Antara Manusia dan Alam Semesta
            Al-Quran mengajarkan pengetahuan tentang Tuhan kepada umat manusia melalui berbagai cara. Kebanyakan ia menarik perhatian mereka pada penciptaan dunia dan aturan yang menguasai nya. Seperti yang kita ketahui, dunia wujud yang luas ini yang terbentang dihadapan kita,baik dalam bagian-bagiannya maupun sebagaisuatu keseluruhan, secara terus menerus berada dalam proses perubahan dan peralihan. Dunia meluaskan wilayah kegiatannya dari keadaan yang paling rendah ke keadaan yang paling sempurna dan mencapai tujuan kesempurnaannya sendiri.
            Matahari, bulan, bintang-bintang, air dan bumi, malam dan siang, musim-musim yang silih berganti, awan, angin dan hujan, kekayaan di dalam perut dan di atas permukaan bumi, denga perkataan lain seluruh kekuatan alam menggunakan daya dan sumber-sumbernya untuk kebaikan dan ketentraman batin manusia. Kesinambungan dan keharmonisan semacam itu dapat diamati pula dalam bangunan batin dari setiap fenomena di dunia.
            Kesadaran yang lebih dalam tentang keteraturan yang menguasai dunia ini cukup membuktikan bahwa dunia bersama keteraturan yang mengaturnya, adalah karya Pencipta Yang Maha kuasa, yang dengan pengetahuan dan kekuasaan-Nya yang tak terbatas menciptakan alam ini, dan membimbingannya mencapai tujuan akhir.
Zat Ketuhanan dan Sifat-Sifat-Nya
Misalnya zat manusia akan masa dengan kemampuannya, dan kemampuan sama dengan pengetahuannya, tinggi sama denagn kecantikan, semuanya mempunyai arti yang sama. Dari pengertian ini jelas bahwa Zat Ilahi tidak bisa dibayangkan mempunayi sifat-sifat. Suatu sifat dapat mewujud hanya melalui batas-batas tertentu sedangkan Zat Ilahi melampaui semua keterbatasan (bahkan keterbatasan dari ketransendenan yang dalam kenyataannya adalah suatu sifat).
Pengertian Sifat-Sifat Ilahi
            Dalam dunia ciptaan kita menyadari bahwa banyak kesempurnaan yang muncul dalam bentuk sifat-sifat. Ini adalah sifat – sifat yang positif dimanapun mereka muncul, bertujuan membuat lebih sempurna dan meningkatkan nilai ontologisnya, seperti bisa dilihat dengan jelas dalam perbandingan antara makhluk hidup seperti manusia dengan makhluk mati seperti batu.
            Perbedaan yang diamati antara Zat dan sifat-sifat, dan pada waktu yang sama antara sifat – sifat itu sendiri hanyalah pada tingkat-tingkat pengertian. Sebenarnya adalah hanya ada satu zat yang tunggal dan tak terbagi-bagi.
Uraian Lebih Lanjut tentang Sifat 
            Pada umumnya sifat – sifat ada dua macam: sifat-sifat kesempurnaan dan sifat-sifat ketidaksempurnaan. Sifat-sifat kesempurnaan adalah sifat positif dan memberikan nilai ontologis yang lebih tinggi dan akibat ontologis yang lebih besar pada benda yang memperoleh sifat-sifat itu. Sifat – sifat ketidaksempurnaan adalah kebalikan sifat-sifat semacam itu.
            Oleh karena itu Al-Quran menghubungkan langsung tiap positif kepada Tuhan dan meniadakan setiap sifat ketidak sempurnaan dari-Nya, menyifati ketiadaan sifat-sifat ketidak sempurnaan pada-Nya, menyifati ketiadaan sifat-sifat ketidaksempurnaan pada-Nya, seperti firman-Nya, “Dia Maha Mengetahui lagi Maha Berkuasa, Dia Maha Hidup” atau”Tiada kantuk apalagi tidur menghinggapi-Nya”; juga “Ketahuilah bahwa kamu tak dapa menghalang-halangi Allah.”
            Masalah yang kita tidak boleh lupakan adalah bahwa Tuhan Yang Maha Mulia, adalah Realitas Mutlak tanpa batas dan sempadan.
Sifat – Sifat Perbuatan
            Sebagai tambahan sifat-sifat juga dibagi dalam: sifat-sifat zat dan sifat-sifat perbuatan. Sifat-sifat yang bertalian dengan Allah setelah perbuatan mencipta seperti pencipta, berkuasa, memberi kehidupan dan kematian, memberi rezeki dan sebagainya, tidaklah sama dengan Zat-Nyamelainkan tambahan. Sifat – sifat itu adalah sifat-sifat perbuatan. Dengan sifat-sifat perbuatan dimaksudkan bahwa stelah perwujudan suatu tindakan, makna suatu sifat dimengerti dari perbuatan, bukan dari Zat (yang melakukan penciptaan tersebut) Pencipta, yang dapat dibayangkan setelah perbuatan mencipta dilakukan. Dari penciptaan dipahami sifat Tuhan sebagai pencipta.
Qadha dan Qadar
Dalam ajaran-ajarannya, Al-Quran menyebut kekuasaan keharusan ini qadha dan ketentuan Ilahi, sebab keharusan ini lahir dari sumber yang memberikan keberadaan pada dunia dan karena itu hukum dan ketentuan ilahi adalah pasti dan tidak mungkin dilanggar atau dibantah. Ia didasarkab pada keadalian, tanpa perkecualian atau pembedaan.
Manusia dan Kehendak Bebas
            Perbuatan yang dilakukan manusia adalah salah satu fenomena dalam dunia ciptaan dan kemunculannya seperti fenomena lain di dunia sepenuhnya tergantung pada sebabnya. Manusia mempunyai kemungkinan atau kehendak bebas (ikhtiar) untuk melaksanakan perbuatan itu.
            Pemahaman manusia yang sederhana dan murni juga memperkuat sudut pandang ini, sebab kita melihat bahwa orang melalui fitrah dan kecerdasan yang mereka peroleh dari anugerah Than membedakan antara hal-hal semacam makan, minum, datang dan pergi di satu pihak, dan di lain pihak hal semacam sehat dan sakit, tua dan muda, atau tinggi dan rendah.
            Pada masa permulaan Islam, di kalangan Sunni terdapat dua mazhab yang berhubungan dengan aspek teologis dari perbuatan manusia. Segolongan berpendapat bahwa perbuatan manusia adalah hasil dari kehendak Tuhan yang tak bisa ditolak, perbuatan manusia sudah ditentukan, dan kehendak bebas manusia tak mempunyai nilai dan makna. Golongan lain mempercayai manusia mandiri dalam perbuatan-perbuatannya, perbuatan itu tak tergantung pada Kehendak Ilahi berada diluar ketentuan Qadar.
BAB V
TENTANG PENGETAHUAN KENABIAN
Sebutir gandum yang ditanam ditempat yang sesuai akan bertunas dan mengalami proses pertumbuhan yang setiap saat memperoleh bentuk dan keadaan baru. Dengan mengikuti aturan dan proses tertentu, ia tumbuh menjadi setangkai gandum yang bernas. Bila bijinya jatuh kembali ke tanah, ia pun akan mengalami siklus pertumbuhan dari bertunas hingga berbuah. Begitu juga sebutir biji buah-buahan yang ditanam, ia mulai mengalami perubahan bentuk yang teratur dan tetap hingga menjadi pohon yang sempurna, hijau, dan berbuah lebat.
Proses perkembangan ynag berbeda-beda dan teratur ini biasanya diamati pada jenis makhluk hidup yang hidup di dunia ini, yang masing-masing mempunyai kodrat alamiyahnya sendiri. Dari tesis yang terbukti ini bisa ditarik dua kesimpulan: (1) dianatara berbagai tahap yang dilalui oleh setiap jenis makhluk, dari mula hingga akhir keberadaannya, terdapat kesinambungan dan saling berhubungan, seakan-akan tiap tahap perkembangan di dorong dari belakang dan ditarik dari depan oleh tahapan berikutnya. Dan (2) oleh karena kesinabungan dan saling berhubungan seperti disebutkan di muka, maka tahap akhir perkembangan setiap makhluk adalah tujuan keberadaannya. Misalnya tujuan dari biji kacang yang sedang bertunas adalah tumbuhnya pohon kacang yang sempurna. Begitu juga tujuan benih yang terdapat dalam telur atau kandungan adalah lahir menjadi wujud hewan yang sempurna.
Nabi Muhammad, seperti juga nabi-nabi lain, dituntut untuk memperlihatkan mukjizat. Nabi sendiri menegaskan kemampuan nabi-nabi menunjukan mukjizat, sebagaimana dinyatakan dengan jelas oleh Al-quran. Beberapa mukjizat nabi telah diceritakan, dan riwayat ini cukup kuat dan bisa diterima dengan yakin. Akan tetapi mukjizat nabi yang abadi, yang tetap hidup, ialah Al-quran.

BAB VI
TENTANG PENGETAHUAN KEAKHIRATAN

Mereka yang sedikit banyak mengenal pengetahuan keislaman, mengetahui bahwa dalam ajaran-ajaran Al-quran dan Sunnah Nabi terdapat banyak keterangan tentang roh dan tubuh atau jiwa dan badan. Walaupun relatif mudah menggambarkan tentang badan dan tentang apa yang bersifat jasmaniah, atau tentang apa yang bisa diketahui melalui pancaindra, namun sulit dan rumit untuk membayangkan tentang roh.
Walaupun pandangan yang dangkal akan menganggap kematian sebagai pemusnahan manusia dan melihat manusia hanya hidup beberapa hari saja antara kelahiran dan kematian, Islam menafsirkan kematian sebagai perpindahan manusia dari satu tingkat kehidupan ketingkat lain. Menurut Islam manusia mempunyai kehidupan abadi dan tidak mengenal akhir.kematian yang memisahkan roh dari tubuh, mengangkat manusia pada suatu tingkat kehidupan yang lain dimana kebahagiaan dan kekecewaan tergantung pada perbuatan-perbuatan baik atau buruk pada tingkat kehidupan sebelum kematian.
Roh manusia dalam alam barzakh mempunyai bentuk yang sama dengan kehidupannya di dunia ini. Jika dia seorang yang saleh, ia hidup dalam kebahagiaan dan anugrah dalam kedekatan dengan orang-orang suci dan dekat dengan hadirat ilahi. Apabila ia orang jahat, ia hidup dalam penderitaan dan kepedihan dan dalam lingkungan kekuatan-kekuatan setaniah dan para pemimpin kaum yang telah tersesat.

No comments:

Post a Comment