My Real Blog, Life, Education, Story, Song, Laugh and My Real Love♡

Saturday 6 July 2013

Tujh Mein Rab Diktha Hai - Ost. Rab Ne Bana Di Jodi

*Hindi*

Tu hi toh jannat meri, Tu hi mera junoon
Tu hi to mannat meri, Tu hi rooh ka sukoon
Tu hi aakhion ki thandak, tu hi dil ki hai dastak
Aur kuch na janu mein, bas itna hi jaanu
Tujh mein rab dikhta hai
Yaara mein kya karu
Tujh mein rab dikhta hai
Yaara mein kya karu
Sajdhe sar jukhta hai
Yaara mein kya karu
Tujh mein rab dikhta hai
Yaara mein kya karu
Ohhhh hoooo ohh….
Kaisi hai yeh doori, kaisi majboori
Meine nazron se tujhe choo liya
Oh ho ho Kabhi teri khusboo
Kabhi teri baatein
Bin mange yeh jahan pa liya
Tu hi dil ki hai raunak,
Tu hi janmo ki daulat
Aur kuch na janoo
Bas itna hi janoo
Tujh mein rab dikhta hai
Yaara mein kya karu
Tujh mein rab dikhta hai
Yaara mein kya karu
Sajdhe sar jukhta hai
Yaara mein kya karuo
Tujh mein rab dikhta hai
Yaara mein kya karuo
Vasdi vasdi vasdi, dil di dil vich vasdi
Nasdi nasdi nasdi, dil ro ve te nasdi
Rab Ne… Bana Di Jodi…..haiiiiii
Vasdi vasdi vasdi, dil di dil vich vasdi
Nasdi nasdi nasdi, dil ro ve te nasdi
Cham cham aaye, mujhe tarsaye
Tera saaya ched ke chumta
Oh ho ho… tu jo muskaye
Tu jo sharmaye
Jaise mera hai khuda jhumta
Tu hi meri hai barkat, tu hi meri ibadat
Aur kuch na janu, bas itna hi janu
Tujh mein rab dikhta hai
Yaara mein kya karu
Tujh mein rab dikhta hai
Yaara mein kya karu
Sajdhe sar jukhta hai
Yaara mein kya karu
Tujh mein rab dikhta hai
Yaara mein kya karu
Vasdi vasdi vasdi, dil di dil vich vasdi
Nasdi nasdi nasdi, dil ro ve te nasdi
Rab Ne Bana Di Jodi.. haiiiiii

*Indonesia*

Saya Melihat Tuhan saya di Anda

kau adalah surga ku, kau yang aku sukai
kau keinginan ku, kau adalah ketenangan jiwaku
kau adalahketenangan mataku, kau adalah detak jantung hatiku
aku tak tahu apa-apa lagi, aku hanya tahu ini.
yang aku lihat Tuhan di dalam kamu
apa yang harus aku lakukan?
kepala ku membungkuk dalam ibadah mu
apa yang harus aku lakukan?
yang aku lihat Tuhan di dalam kamu
apa yang harus aku lakukan?
apa jarak ini, apa ketidakberdayaan?
aku telah menyentuhmu dengan tatapanku
kadang-kadang aromamu berbicara
tanpa menuntut aku sudah mendapat dunia ini
Kau adalah cahaya hatiku, kau adalah harta hidup ku
aku tak tahu apa-apa lagi, aku hanya tahu ini
yang aku lihat Tuhan di dalam mu
apa yang harus aku lakukan?
kepala ku membungkuk dalam ibadah mu, apa yang harus aku lakukan?
yang aku lihat Tuhan di dalam kamu, apa yang harus aku lakukan?
setiap kali kau datang, itu menggoda ku
dengan menggoda, ciuman bayanganmu menyentuhku
ketika kau tersenyum, ketika kau malu
sepertinya Tuhan saya menari
kau pertumbuhanku, kau adalah ibadah ku
aku tak tahu apa-apa lagi, aku hanya tahu ini
yang aku lihat Tuhan di dalam kamu, apa yang harus aku lakukan?
kepala ku membungkuk dalam ibadah mu, apa yang harus aku lakukan?
yang aku lihat Tuhan di dalam kamu, apa yang harus aku lakukan?

Haare Haare Haare - Ost.Josh (Lyric beserta Arti)

Movie : Josh 
Singer : Alka Yagnik & Udit Narayan

 Hum to Dil se Hare 


*Female*
Teri yaad mein pagal pal pal rota hain

menangis setiap detik  dalam kegilaanmu 

Bin tere na jaage  yeh na sota hain
tanpamu siang malam tidak bisa tidur 

Aksar tanhaai mein tujhe pukarare 
dalam kesunyian selalu memanggilmu 

Na zor dil pe chale 
tidak ada tekanan di dalam hati 

Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku
Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku 

*Male*
Teri yaad mein pagal pal pal rota hain
menangis setiap detik  dalam kegilaanmu


Bin tere na jaage  yeh na sota hain
tanpamu siang malam tidak bisa tidur 

Aksar tanhaai mein tujhe pukarare 
dalam kesunyian selalu memanggilmu 

Na zor dil pe chale 
tidak ada tekanan didalam hati

Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku
Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku 

Ab jaane hum yeh pyaar kya hai 
sekarang aku tahu apa itu cinta 

Dard e jigar mushkil badaa hai 
menyakitkan hati dan banyak kesulitan 

Suntaa nahin kehna koi bhi 
aku tidak mendengarkan ,aku tidak mengindahkan siapapun

Dil bekhabar zid pe adaa hai 
hati hanya mengakui cerita didalam pikiranya

Samjhaaoon kaise isse jaane jaan
bagaimana caranya aku bisa beri pengertian sayang

Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku 

*Female*
Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku 

Har aaina toota lage hain 
aku tidak melihat kebenaran disetiap cermin 

Sach bhi humne jhoota lage hain 
hanya terasa ada kebohongan 

Jaane kahan hum aagaye lage hain 
tidak tahu aku sekarang berada dimana 

Saara jahan rootha lage hain 
seluruh dunia terlihat palsu bagiku 

Kya dard dil ne, kya kahe 
apa yang telah menyebabkan sakit hati ini ,bagaimana aku harus katakan
Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku
Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku 
Teri yaad mein pagal pal pal rota hain
menangis setiap detik  dalam kegilaanmu 

Bin tere na jaage  yeh na sota hain
tanpamu siang malam tidak bisa tidur 

Aksar tanhaai mein tujhe pukarare 
dalam kesunyian selalu memanggilmu 

Na zor dil pe chale 
tidak ada tekanan di dalam hati 

Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku
Haare haar haare,hum to dil se haare 
aku telah kalah dengan hatiku

Wednesday 3 July 2013

Menilik Kondisi Alam dan Potensi Alam Negara Singapura



Menilik Kondisi Alam dan Potensi Alam Negara Singapura

Nama resmi : Republik Singapura
Ibukota : Singapura
Luas wilayah : ± 583 km²
Jumlah penduduk : 4.425.720 (2005)
Kepadatan : ± 7.591 jiwa/km²
Agama : Buddha (31,9%), Tao (21,9%), Islam (14,9%), Kristen (12,9%), Hindu (3,3%), dan lainnya 0,6%, sedangkan sisanya (14,5%) tidak beragama
Suku bangsa : Etnis Cina (77,3%), etnis Melayu yang merupakan penduduk asli (14,1%), etnis India (7,3%), dan etnis lainnya (1,3%)
Mata uang : Dollar Singapura.
Bahasa : Inggris, Mandarin, Melayu, Tamil (bahasa resmi) dan Melayu (bahasa nasional)
Lagu kebangsaan : Majulah Singapura
Kemerdekaan : Tahun 1959 (dari kekuasaan Inggris)
Secara astronomis, Singapura terletak di antara 1°15’LU - 1°30’LU dan 103°38’BT - 104°BT. Negara ini memiliki batas perairan Selat Johor di sebelah Utara dan Barat, serta Selat Singapura di sebelah Timur dan Selatan.
Singapura terdiri atas pulau utama (Pulau Singapura) dan sekitar 50 pulau kecil yang mengelilinginya. Negara ini beriklim tropis dan mempunyai dua musim, yaitu musim hujan yang sejuk (November- Maret) dan musim kering yang panas (April - September). Sementara itu, pada bulan September - November dan bulan Maret - April mengalami musim pancaroba.
Pembangunan di Singapura dilakukan dengan pesat, sehingga menjadi sebuah negara yang sukses dari segi ekonomi. Dengan pendapatan perkapita yang setara dengan negara-negara Eropa Barat. Bahkan mata uangnya termasuk dalam jajaran lima mata uang terkuat dunia (Poundsterling, US Dollar, Yen, Euro, dan Dollar Singapura).
Singapura merupakan pulau yang terletak
diantara Indonesia dan Malaysia, yang memiliki iklim hampir sama dengan
Indonesia dengan iklim tropis dan suhu kelembaban tinggi dan salah satu negara terpadat di dunia. Sekitar 85% dari rakyatnya tinggal di rumah susun yang disediakan oleh Dewan Pengembangan Perumahan.

Kondisi alam Singapura tidak banyak memiliki kekayaan alam yang dapat
dimanfaatkan, oleh karena itu relatif sedikit jumlah pabrik yang melakukan
pengolahan industri yang memanfaatkan sumber daya alam, karena
keterbatasan tersebut lebih banyak mengandalkan industri jasa dan
perdagangan.
Dengan wilayah negara yang terbatas maka masyarakat dipacu untuk bekerja
keras dan lahan terbatas maka tumbuh gedung-gedung bertingkat sebagai
kantor dan perumahan-perumahan dalam bentuk rumah susun, flat ataupun
apartemen.
Singapura terletak di ujung selat Malaka, merupakan kota pelabuhan strategis
berbatasan langsung dengan Indonesia dan Malaysia, dengan luas wilayah
Singapura dengan 60 pulau-pulau kecil yang mempunyai nilai ekonomis yaitu
pulau Tekong, pulau Sentosa, pulau Bakum Besar, pulau Merlimau dan pulau
Ayer Chawan. Jumlah penduduk Singapura adalah 4.151.264 (Juli 2000) terdiri
dari berbagai etnis seperti China 76,4 %, Malaysia 14,9 %, India 6,4 % lainnya
6,4 %. Bahasa nasional yang digunakan adalah Bahasa Malay dan bahasa
resmi Bahasa Inggris. Selain itu Bahasa China dan Tamil sering digunakan.
Agama yang dianut warga negara Singapura meliputi Budha, Islam, Kristen,
hindu, Sikh, tao dan Konfusian.
Kekayaan alam dan kesuburan tanah yang dimiliki bangsa Indonesia tidak diperlakukan dengan baik, sehingga tidak mendatangkaan berkah, melainkan justru mudarat. Hutan yang mestinya memberikan kekayaan hayati yang luar biasa dirusak dan dibakar, sehingga menimbulkan banjir di musim hujan, dan mendatangkan asap kebakaran di musim kemarau. Sawah dan pegunungan yang mestinya membuat petani makmur justru menimbulkan bencana. Gunung meletus, sawah diganti pabrik dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan. Kalaupun petani bertahan, harga gabah dan beras terus merosot karena pemerintah kemudian mengimpor beras.
Lautan yang mestinya menjadi sumber kekayaan bagi bangsa dengan negara kepulauan ini tidak mengabarkan adanya nelayan yang hidup makmur. Kabar yang diterima dari sebagian besar nelayan juga sama, kemiskinan. Mereka terjerat utang rentenir, sehingga berapa pun ikan yang diperoleh dari laut tak kunjung cukup membayar para pembunga uang. Lautan yang merupakan wilayah terluas bagi bangsa Indonesia sesekali justru mendatangkan bencana besar berupa tsunami.
Sedangkan Singapura adalah negara kecil, setara dengan luasnya Bandung Raya. Jumlah penduduknya tak lebih dari enam juta orang. Singapura tidak memiliki kekayaan alam yang melimpah sebagaimana Indonesia. Mereka tidak memiliki tambang dari dalam tanahnya atau menghasilkan kayu dari hutan, demikian pula laut yang luasnya tidak seberapa. Meski demikian, kekayaan Singapura melebihi kekayaan Indonesia. Bahkan berbagai perusahaan dan bank di swasta di Indonesia, termasuk sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) sudah dibeli sahamnya oleh perusahaan-perusahaan Singapura.
Karena kemakmuran negaranya, rakyat Singapura terdidik baik (well educated). Meskipun pemerintah Singapura sering dikritik sebagai pemerintahan otoriter dan sangat keras, namun karena kekerasan hati pemerintah itulah telah melahirkan disiplin nasional yang sangat tinggi. Rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) dilaksanakan dengan sangat disiplin dan konsisten. Tanah yang sejak awal direncanakan untuk dibuat bangunan, jalan, atau tempat yang ha­rus dibeton maka dibangun­lah, tapi mereka tidak me­lupakan tanaman dan pohon.
Tanah yang seharusnya digunakan sebagai serapan air tetap dibiarkan terbuka tanpa dipaksakan dengan bangunan-bangunan apa pun. Akibatnya, selain sistem drainase yang begitu bagus, selama musim hujan pun tidak terdengar masyarakat Singapura kebanjiran. Sepanjang pagi hingga sore hari hujan sekalipun, kendaraan tetap hilir mu-dik dengan lancar tanpa dihadang banjir cileuncang. Pendek kata, begitu air datang maka air itu meresap dan dimanfaatkan untuk kehidupan berikutnya.
Musim hujan di Singapura pun taat asas. Rumus orang awam selalu mengatakan, Agustus adalah awal musim hujan. Sedangkan bulan-bulan sesudah itu merupakan puncak musim hujan. Rumus itu benar-benar sesuai dengan “rumus lama” di Indonesia. Sebab, iklim di Indonesia sudah tidak taat asas lagi. Akibat kerusakan lingkungan yang amat dahsyat, bulan-bulan yang diperkirakan masuk musim hujan justru tetap kemarau. Sebaliknya, bulan mestinya sudah musim kemarau justru malah musim banjir. Jangankan hujan sepanjang hari, satu atau dua jam turun hujan, maka banjir menggenang di mana-mana. Akibat lebih jauh, semua masyarakat Singapura relatif jauh terpelihara kesehatannya. Lingkungan hidup mereka sangat mendukung hidup sehat. Anak-anak mereka terdidik dengan baik, bahkan banyak sekali doktor lulusan Amerika, Eropa, dan Cina.
 Potensi Alam
1) Memiliki banyak pulau yang mengelilingi pulau utama.
2) Banyak memiliki waduk yang dapat dimanfaatkan sebagai irigasi dan sumber energi.
3) Memiliki letak strategis, terutama di jalur pelayaran.
4) Keadaan di daratan utama relatif rata atau datar, sehingga pembangunan fisik dapat dilaksanakan ke segala arah tanpa adanya rintangan alam yang berarti.

Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia: Kumpulan prasaran pada seminar di Aceh


Data Buku
Judul Buku       : Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia:   Kumpulan prasaran pada seminar di Aceh.
Penyusun             :    Prof. A. Hasymy
Penerbit               :   Bandung: Alma’arif, 1993
Tebal                   :    524 halaman; 21 cm
Harga Buku         :    Rp 45.000,-


Manusia dan Kebudayaan Aceh Menjelang Kedatangan Islam
            Daerah Aceh terletak di Pantai Utara Pulau Sumatera. Jauh sebelum agama Islam dikenal dan dianut oleh penduduknya, ini telah di diami oleh manusia pemakan kerang. Daerah pemukimannya di sepanjang Pantai Sumatera Timur Laut yaitu mulai dari Lho’ Seumawe sampai Medan sekarang. Sisa –sisa makanan dan alat-alat yang ditinggalkannya telah menunjukkan bahwa manusia tersebut telah bertempat tinggal di atas rumah yang bertiang.
            Dari sudut Arkeologi setelah zaman prasejarah berakhir di Indonesia lahirlah kebudayaan baru. Kebudayaan tersebut ditandai dengan datangnya orang-orang India sebagai pembawa kebudayaan Hindu. Sudah sejak zaman prasejarah telah terdapat hubungan maritim antara India dan Indonesia. Di antara kedua bangsa tersebut terdapat kesamaan kebudayaan sehingga kedatangan mereka tidak dirasakan sebagai bangsa yang akan menguasai Indonesia. Pada abad ke IV sampai abad ke XV sesudah Masehi pengaruhnya terhadap pengaruhnya penduduk telah menemukan corak kehidupan tersendiri, lebih-lebih dalam lapangan keagamaan dan kebudayaan.
Prasasti Kutai, Tarumanegara, Kaling, Sriwijaya, serta prasasti-prasasti di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga merupakan sumber dalam negeri, yang penting untuk mengetahui bentuk dan susunan pemerintahan di Indonesia. Isi prasasti-prasasti tersebut memberikan petunjuk mengenai susunan pemerintahan dan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh para penguasa yaitu antara lain untuk pembebasan pajak bagi penduduk desa yang diwajibkan memelihara bangunan suci (Sima), pendirian lingga dan lain-lain. Prasasti-prasasti tersebut diatas sampai sekarang belum diketemukan didaerah Aceh, oleh sebab itu kita belum dapat menentukan bagaimana susunan masyarakat Aceh menjelang kedatangan Islam.
Kitab-kitab kesusastraan seperti Mahabarata, Ramayana, Nagara Kertagama dan Pararaton yang memberi petunjuk-petunjuk tentang bentuk pemerintrahan dan cara hidup bermasyarakat di Jawa juga belum ditemukan di Aceh. Pada umumnya kitab-kitab yang diketemukan di Aceh telah bernafaskan Islam. Mungkin pada masa pra Islam manusia-manusia pendukung kebudayaan Aceh masih hidup mengembara ataupun berkelompok. Pada umumnya kitab-kitab yang diketemukan di Aceh telah bernafaskan Islam. Mungkin pada masa pra Islam manusia-manudia pendukung kebudayaan Aceh masih hidup mengembara ataupun berkelompok.
Bangunan-bangunan kuno sebagai hasil kebudayaan masa lampau yang masih tinggal hanyalah yang terbuat dari batu dan batu bata. Bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan suci yang sangat erat hubungannya dengan kerajaan. Candi-candi tersebut banyak ditemukan di Jawa dan di Sumatera. Di Sumatera candi tersebut ditemukan mulai dari Sumatera Selatan, Muara Takus dan di Padang Lawas. Candi-candi yang ditemukan di Sumatera pada umumnya berbentuk Stupa yang merupakan lambang. Candi-candi tersebut didirikan pada abad XI s/d abad XIV oleh raja yang memerintah pada waktu itu. Berdasarkan bukti-bukti tersebut dapat diperkirakan bahwa sejak abad ke XI tersebut di Sumatera telah berkembang agama Buddha Tantrayana. Yang menjadi persoalan sekarang apakah di Aceh telah ada kerajaan yang menganut aliran tersebut bila ditinjau dari ilmu bangunan belum begtitu jelas.
Sejak abad ke IV telah dikenal Seni Arca di Indonesia yaitu arca Sampaga yang ditemukan di Sulawesi Tengah di dekat sungai Karaman. Arca tersebut adalah arca Buddha dengan gaya Amarawati. Menurut para sarjana arca ini adalah arca import. Selain daripada arca tersebut di Jawa dan Sumatera banyak terdapat arca-arca. Arca-arca tersebut aluran Buddha Tantrayana.

Untuk mengetahui sampai sejauh mana orang-orang Indonesia telah mengarungi lautan dapat kita ketahui dari sumber-sumber asing yaitu antara lain Cina, Arab, India, Portugis dan lain-lain. Menurut para Aarjana antara lain G. Ferrand yang telah meneliti Kepustakaan Arab, India Indonesia, Cina, dan Portugis berpendapat bahwa orang-orang Indonesia telah berabad-abad lamanya bertempat tinggal di Madagaskar. Dikatakannya pula bahwa perpindahan pendudsuk ini berlangsung dalam dua periode, yaitu pada abad ke II dan ke X M, yang berlangsung pada abad tersebut khususnya berasal dari Aceh. Menurut berita Cina pedagang-pedagang dari Tachin dan Persia telah mengadakan hubungan dagang dengan negeri Cina pada abad VIII. Mereka membawa kapur barus yang berasal dari Sumatera. Pada waktu itu di Sumatera telah berdiri kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini meliputi sebagian besar pulau Sumatera, Jawa, Semenanjung Melayu sampai di Istmus Kra dan pulau-pulau lain disekitarnya.

Islam Datang Ke Nusantara Membawa Tamaddun/ Kemajuan/ Kecerdasan
Penduduk kepulauan Nusantara sudah mempunyai peradaban tertentu, yaitu bersumber kepada kebudayaan asli sendiri dengan penyerapan pengaruh peradaban Hindu-Buddha dari India. Namun penyerapan itu tidak merata. Di berbagai daerah, terutama di pulau Jawa, serapan kultural itu baru merupakan lapisan tipis dipermukaan saja. Sedangkan ditempat-tempat lain tidak atau belum terjadi penyerapan kulturaldari peradaban Hindu/Buddha tersebut.  Islam, yang semula datang di Nusantara pada abad pertama Hijriyah dahulu itu mau tidak mau menghadapi kenyataan adanya beraneka warna peradaban itu. Baik yang membawa kemari itu kaum pedagang, maupun kaum da’i ataupun ulama. Dibanding dengan peradaban asli kita, yang belum atau hanya sedikit saja menyerap pengaruh peradaban Hindu-Buddha itu, dimana masih dominan paham yang oleh dunia barat dicapnya sebagai,”animisme” dan “dinamisme” primitive, maka ajaran-ajaran Islam itu jelas secara kualitatif  jauh lebih maju lagi, terutama dibidang teologia monologia monoteismenya, yang membebaskan manusia dari belenggu ketakhayulan dan kemusyrikan.
Snouck Hurgronye berpendapat, bahwa Islam datang di Indonesia baru pada abad ke XIII M, maka yang datang itu bukanlah ajaran-ajaran aslinya, melainkan sudah bercampuran dengan berbagai macam tambahan dari bumi peradaban Parsi dan India.
Ajaran-ajaran Islam mengintrodusir suatu pandangan religious-monoteistis yang lebih maju dan lebih menarik daripada pandangan yang ada, dan karenanya merupakan suatu kekuatan pemnebasan spiritual terhadap berbagai macam dan bentuk ketakhayulan serta kemusyrikian. Para penyebar-penyebar ajaran Islam yang datang pertama di daerah pesisir Aceh, Malaka, Palembang, Bantam, Tuban, Gersik dan sebagainya, baik mereka itu datang sebagai pedagang maupun sebagai da’i dan ulama telah mengintrodusir suatu cara kehidupan kemasyarakatan yang baru tanpa diskriminasi kasta, berjiwa kewiraswastaan yang dinamis dan yang merupakan suatu kekuatan pembebasan sosial terhadap masyarakat kerajaan-kerajaan feudal dipedalaman yang berkasta-kasta, dan yang masih berjiwa agraris statis.
Penyebaran itu berlaku setapak demi setapak dan setingkat demi setingkat, tanpa bentrokan bersenjata yang berarti tidak dengan cara penaklukan melainkan dengan cara penetrasi damai disertai dengan jiwa toleransi dan saling harga-menghargai antara para penyebar dan pemeluk agama baru dengan para pengikut agama Hindu-Buddha lama. Illustrasi tentang hal ini diceritakan oleh sejarawan Belanda, Nyonya Fruin Mees dalam bukunya “De Geschiedenis van Java”, jilid II tentang “De Mohammedaansche Rijken”, terbitan tahun 1920 . Dengan Mengutip “Babad Diponogoro”, maka dikhabarkan pembicaraan antara Prabu Kertawijaya, Ratu terakhir dari Kerajaan Majapahit, dengan para Sunan Ampel dan Giri, dimana Kertawijaya setelah mendengar penjelasan-penjelasan dari para Wali tentang inti-hakekat ajaran-ajaran Islam menyatakan pendapatnya bahwa ,”maksud agama Islam dan Buddha adalah sama, yang berbeda adalah cara ibadahnya. Karena itu saya tidak melarang rakyat saya memeluk agama baru itu, asala dilakukan dengan penuh kesadaran dan keyakinan, tanpa dipaksa. Adapun mengenai diri saya sendiri, mungkin kelak saya akan memeluknya…….”.  
Ringkasnya, masyarakat Indonesia pada waktu itu sedang mengalami suatu transformasi sosial yang hebat sekali. Yaitu transformasi dari suatu masyarakat yang semula dominan agrarisdan feodal, kearah suatu masyarakat baru dimana perdagangan, perniagaan dan pelayaran lebih dominan dan dimana situasi statis memperoleh denyutan dinamis baru, terutama sehubungan dengan meningkatnya hubungan perdagangan bangsa kita dengan para pedagangan dari Timur-Tengah, khususnya dari Arab, Parsi, dan India serta dari Tiongkok, yang menyelusuri seluruh kepulauan Nusantara dan dimana pintu kepulauan Nusantara lebih terbuka lagi hubungannya dengan dunia “internasional” pada waktu itu dan berharga bagi transformasi sosial itu, sekalipun feodalisme-kuno belum terkikis habis oleh kedatangan Islam itu.
Dapat dipahami bahwa kaum pedagang Muslimin dari luar kepulauan Nusantara yang lebih dulu datang daripada kaum pedagang Kristen Barat, yang kini baru muncul itu, lebih berhasil dalam kontak dan hubungannya dengan bangsa kita daripada para  pedagang Barat tadi. Islam berusaha keras mempertahankan kepribadiannya bangsa Indonesia. Sedangkan ajaran-ajaran Islam tidak lagi tersebar di kota-kota pelabuhan dan seluruh daerah pesisir kepulauan Nusantara, dan yang menumbuhkan corak tertentu yaitu “urban Islam” tetapi ajaran-ajaran Islam mulai meluas masuk ke daerah pedalaman dengan berbagai desa dan tanah pegunungannya, dan yang menumbuhkan “rural Islam” dengan corak tertentunya ditengah-tengah alam pikiran desa dan pegunungan.
Ajaran-ajaran Islam serta para pemimpin pergerakan Islam ikut aktif dalam mempelopori Kebangkitan Nasionalisme Indonesia, serta dalam meletakkan dasar-dasar spiritualnya bagi persatuan dan kesatuan Indonesia.

Berdiri diatas Bukit Meuligou di ujung timur Bandar Khalifah dan memandang ke barat, kita akan menemukan situasi disebelah kanan (utara) bukit barisan rendah yang rimbun dan dikakinya berjejer kampung-kampung; disebelah kiri (selatan) bukit barisan rendah yang rimbun dan dikakinya berjejer kampung-kampung yang diantaranya kampung Paya Meuligou, jauh diujung mata berdiri bukit barisan yang lebih tinggi dan ditutupi kayu-kayu yang belum begitu tua, dikakinya sebelah timur memanjang dari utara ke selatan mengalir Sungai Perlak. Ditengah-tengah bukit barisan rendah yang membentang diempat penjuru angin, terbentang luas dataran tinggi (kira-kira 300 hektar) yang sekarang telah menjadi sawah, ditempat itulah dahulunya berdiri kota Bandar Khalifah, Ibukota Kerajaan Islam Perlak.
Melihat medan yang demikian, cukup meyakinkan bahwa ditempat tersebut telah penah berdiri sebuah kota yang makmur, yang menjadi Ibukota negara dari sebuah Kerajaan Islam tertua dia Asia Tenggara. Ibukota Kerajaan Banua di pinggir Sungai Tamiang, Ibukota Samudra/Pasai di pinggir laut, Ibukota Indrapatra di pinggir laut, ibukota Indrapuri di pinggir Sungai Aceh, Ibukota Indrajaya (Lamno sekarang) di pinggir laut, Ibukota Aceh Darussalam di pinggir Kreueng Aceh, Ibukota Kerajaan Islam Parlak, Bandar Khalifah di pinggir Sungai Perlak.

Para ahli sejarah mata uang yang mengumpulkan data-data tentang mata uang, sepanjang pengetahuan mereka berdasarkan penemuan-penemuan yang telah ada, berpendapat bahwa, “mata uang asli yang tertua di Kepulauan Nusantara, yaitu mata uang yang dibuat oleh Kerajaan Islam Samudra/Pasei, yang bernama Dirham (emas), kupang (perak) dan keuh (timah). Kemudian disusul oleh ,”mata uang” Kerajaan Aceh Darussalam.
Dengan penemuan, “mata uang” yang diperbuat oleh Kerajaan Islam Perlak sebelum Kerajaan Islam Samudra/Pasei, maka keadaan sejarah menjadi berubah bukan lagi, ”mata uang Kerajaan Samudra/Pasei” yang tertua di Kepulauan Nusantara, tetapi ,”mata uang Kerajaan Islam Perlak”.
Jadi, dengan penemuan mata uang Kerajaan Islam Perlak, untuk sementara waktu, sebelum ditemukan mata uang Nusantara yang lebih tua lagi, maka ,”mata uang Kerajaan Islam Perlak” adalah mata uang asli tertua di Kepulauan Nusantara. Pada sebuah sisi dari mata uang tersebut tertulis dalam huruf Arab kata-kata yang mirip dengan “Al A’la” dan pada sisi yang lain terdapat tulisan yan dapat dibaca “sulthan”.
Besar kemungkinan yang dimaksud dengan “Al A’la” pada mata uang emas tersebut Puteri Nurul A’la, yang menjadi Perdana Menteri pada masa Pemerintahan Sulthan Makhdum Alidin Ahmad Syah Jauhan Berdaulat, yang memerintah Kerajaan Islam Perlak dalam tahun 501-527 H (1108-1134 M). Puteri Nurul A’la adalah seorang “Negarawan”  yang sangat cakap.
Sebuah mata uang lain, yaitu perak yang bernama “kupang”, ditemukan oleh seorang anak yang bernama Mahmud waktu dia mencakul ladangnya di daerah Kampung Sarah Pineung, kemungkinan Blang Simpo Perlak, di selatan kota Perlak. Pada satu sisi tertulis “dhuribat mursyidan” dan di sisi yang lain tertulis “Syah Alam Barinsyah”. Mungkin sekali yang dimaksud dengan, “Syah Alam Barinsyah” disini, yaitu Puteri Mahkota dari Sulthan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Syah Jauhyan berdaulat, yang memerintah dalam tahun 592-622 H (1196-1225 M).
Dalam tahun 600 H (1204 M) Malik Abdul Jalil jatuh sakit yaitu lupuh sehingga tidak memungkinkan beliau memimpin pemerintahan lagi. Untuk melaksanakan pemerintahan, diserahkan kepada puterinya “Putri Mahkota Barinsyah” yang dibantu oleh adiknya Abdul Aziz Syah. Mungkin sekali mata uang tersebut dibuat pada waktu Puteri Mahkota Barinsyah memerintah sebagai Pejabat Kepala Negara.
Ada sebuah mata uang tembaga (kuningan) yang didapati oleh seorang penduduk didaerah lokasi bebas Ibukota Bandar Khalifah. Penemuan mata uang-mata uang tersebut amatlah penting dilihat dari segi penelitian sejarah. Kecuali mendapat kenyataan baru bahwa mata uang asli yang tertua dari kepulauan Nusantara, yaitu mata uang yang dibuat oleh Kerajaan Islam Perlak yang baru ditemukan itu, juga penemuan itu menceritakan kepada kita bahwa kerajaan Islam Perlak benar-benar satu kerajaan yang maju, yang dapat membikin mata uang sebagai alat pembayarannya resmi. Suatu,“kerajaan” yang hanya namanya saja “kerajaan” tidak mungkin dapat membuat mata uang sendiri yang demikian baik dan tinggi teknik pembuatannya.
Selain mata uang telah ditemukan pula sebuah makam dari seorang raja kerajaan Islam Benua, ditepi sungai Tenggulon, kira-kira 40 km di pedalaman sebelah selatan kota Kuala Simpang. Sebagaimana diketahui (menurut catatan sebuah naskah tua Idharul Haq) bahwa kerajaan Islam Benua juga menjadi negara bagian dari kerajaan Islam Perlak. Menurut keterangan bahwa makam tersebut ditemukan waktu digali tanah. Setelah tercangkul batu nisan, maka digalilah dengan hati-hati tanah-tanah sekeliling batu nisan itu, sehingga didapati sebuah makam yang masih utuh, batu nisannya masih baik, terdapat diatas batu nisan makam itu tulisannya huruf Arab. Jelaslah bahwa raja yang bersemayam dalam makam tua tersebut adalah raja Islam Benua yang memerintah kira-kira 50 tahun sebelum pemerintahan Raja Muda Sedia yang sangat terkenal.

Disatu daerah di wilayah Aceh Timur sekarang, banyak sekali tumbuh pohon kayu besar, yang bernama “Kayei Peureulak” (Kayu Perlak), bahkan telah merupakan “Rimba Peureulak”. Kayei Peureulak tersebut sangat baik untuk bahan pembuatan perahu/kapal, sehingga banyak dibeli oleh perusahaan-perusahaan kapal’perahu.
Karena banyak orang-orang dari luar itu yang membeli “kayei peureuloak” tersebut, sehingga nama “kayei peureulak” telah menjadi sebutan dimana-mana, baik di Sumatera ataupun diluar Sumatera menyebabkan akhirnya nama daerah “kayei peureulak” itu dinamakan dengan “Negeri Perlak”.
Kemudian para pengembara/pedagang sewbelum “Zaman Islam” yang datang dari Cina, Arab, Persia, Hindi, Italia, Portugis dan lain-lainnya melalui Selat Malaka dan singgah di Pelabuhan daerah Kayei Peureulak, terus menyebut pelabuhan yang mereka singgahi itu dengan “Bandar Perlak”.
Negeri Perlak adalah salah satu negeri tertua di Sumatera, dan semenjak sebelum Zaman Islam negeri yang terletak antara Samudera/Pasei dan Aru telah mempunyai pemerintahan, sekalipun sangat sederhana, dan telah mempunyai raja yang bergelar “Meurah”. Kira-kira sama dengan “Maharaja”.
Sebelum Zaman Islam, semasih jaya-jayanya Kemaharajaan Parsia di bawah pimpinan para “kisra” dari Dinasti Sassanid, seorang putera dari Istana Sassanide yang bernama “Pangeran Salman” meninggalkan tanah airnya menuju benbua timur, mengikuti sebuah  kapal layar bersama para pedagang yang pergi berniaga ke Asia Tenggara dan Timur Jauh.

Salahsatu sumber sejarah yaitu, hikayat atau cerita, sekalipun harus dipisahkan lebih dahulu mana yang fakta dan mana yang khayal. Penyaringan isi hikayat untuk menjadi sumber sejarah, adalah tugas dari para ahli sejarah. Para pengarang hikayat kebiasaannya selalu membumbui hikayatnya itu dengan ramuan-ramuan khayal agar menarik para pembacanya.
Diantara hikayathikayat yang selalu diperhitungkan oleh ahli-ahli sejarah, yaitu Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Aceh, Hikayat Putro Geumbak Meueh, Hikayat Maleem Dagang, Hikayat Nun Parisi, Hikayat Pocut Muhammad, Hikayat Putro Perkison dan Hikayat Putro Nurul A’la.
Seperti namanya, Hikayat Raja-raja Pasai adalah menceritakan silsilah raja-raja Negeri Pasai.. Hikayat Aceh menceritakan silsilah raja-raja Kerajaan Aceh Darussalam. Hikayat Putro Gumbak Meueh melukiskan Kerajaan Aceh Darussalam waktu Pemerintahan Sultan Iskandar Muda Meu kota Alam, menantunya Sultan Iskandar Sani dan putrinya Ratu Saiffatuddin. Hikayat Maleem Dagang menceritakan riwayat Sultan Iskandar Muda dengan Armada Cakra Donyanya Mara ke Malaka untuk menghancurkan penjajahan Portugis, Hikayat Nun Parisi menceritakan keadaan kerajaan Islam Samudera/Pasei waktu pemerintahan Sultan Malikus Salih. Hikayat Pocut Muhammad menceritakan sebuah Perang Saudara yang terjadi dalam Kerajaan Aceh Darussalam. Hikayat Putro Perkison menceritakan riwayat seorang puteri Raja yang masuk Islam dengan meninggalkan agama nenek moyangnya dan bersedia menerima segala siksaan dari orangtuanya  sebagai seorang raja yang zhalim.

          Islam berkembang diantara saudagar-saudagar Arab yang pulang balik ke gugusan pulau-pulau melayu khususnya dan Asia Tenggara umumnya, maka dengan demikian Islam mulai sampai ke daerah ini dengan ketibaan Muslimin pertama dari saudagar-saudagar Arab itu di tahun 9 H/639 M ataupun sebelum dari itu.
            Ada tiga teori tentang kedatangan Islam ke alam melayu yaitu datangnya secara langsung dari negeri Arab karena Muslimin Alam Melayu berpegang dengan Mazhab Syafi’I yang lahir di Semenanjung Tanah Arab. Lalu ada pula datang dari India karena adanya perhubungan perniagaan yang teguh antara India dengan gugusan pulau-pulau melayu. Selain dari Arab dan India adapula datang dari China.

            Karangan tua China mencatat dan ada sebuah kerajaan di utara Sumatera namanya Ta Shi telah membuat perhubungan dipolmatik dengan kerajaan China dan perhubungan ini berkekalan hingga ke tahun 655 M dan Ta Shi itu menurut istilah China di abad ini diberi kepada orang-orang Islam. Nama Ta Shi telah dicatat di dalam peta Ptolemos dan tempat letaknya Ta Shi itu telah dicatat didalam buku-buku tahunan Sung ditahun 922 M.
            Islam terus berkembang di Perlak, dan perkembangannya yang luas itu lahir dengan jelas di abad ke XIII M melebihi dari daerah-daerah yang lain di Sumatera, hakikat ini dilihat dan diakui oleh Marco Polo seorang pengembara Itali yang tiba di Sumatera dalam tahun 1929 M bahwa pada masa itu Sumatera terbagi dalam delapan buah kerajaan yang semuanya menyembah berhala kecuali Perlak yang berpegang dengan Islam karena Perlak selalu didatangi oleh saudagar-saudagar muslimin yang membawa penduduk Bandar ini memeluk undang-undang Muhammad. Kerajaan Islam Perlak terus hidup merdeka sehingga dicantumkan ke dalam Kerajaan Islam Samudra atau Pasei di zaman pemerintahan Sultan Malik Al-Dzahir (688-1254 H = 1289-1326 M) Ibn Al-Malik Al-Saleh.
            Perkembangan dakwah Islamiah di Perlak dan Samudra/Pasai di abad 13 m telah menarik kegemaran banyak dari ahli-ahli Tasauf terutama dari orang-orang Parsi untuk datang ke Nusantara agar me mesatkan lagi perkembangan dakwah Islamiah.
            Dalam kenegerian Peureula’yang letaknya strategis di Selat Malaka dan bebas dari pengaruh Hindu, dan berdesarkan faktor demikian, Islam telah mudah sekali menginjakkan kakinya di Peureula’ tanpa kegoncangan sosial dengan penduduk pribumi atau dengan lain perkataan lain seperti perintah Sultan Alauddin Al Qahar (1537-1577) menyuruh runtuhkan atau rusakkan semua bekas patung-patung Hindu di Aceh Besar. Selanjutnya mengikuti makna nama tempat Bandar Khalifah yang terdapat di negeri Peureula’, maka dari segi bahasa negeri Peureulak telah pernah ada pengaruh dari Perzi, dimana perkataan Bandar (Perzie) berarti pelabuhan, negeri ramai dan sebagainya, sedangkan Khalifrah berasal dari bahasa Arab bermakna pemimpin. Gabungan kedua kata ini telah memberikan petunjuk sejarah yang bermakna Bandar pemimpin-pemimpin Islam, sebelum mereka berdakwah ke negeri lain.

Peranan Aceh dalam Pengembangan Islam di Nusantara

Sebutan atas Aceh sebagai, “Serambi Mekkah” bukanlah sauatu hal yang dibuat-buat, tetapi kenyataan suatu sejarah yang tidak dapat dimungkiri. Yang mengangkat derajat sebuah negeri sampai mencapai sebutan demikian mulia, bukanlah menghendaki banyak orang. Apabila kita sebut nama dua orang ulama Aceh, akanlah sama artinya dengan 1.000 atau 2.000 orang. Jika orang Aceh menyebut negerinya, “Serambi Mekkah”, bukanlah dia semata-mata kebanggan Daerah. Pertama, disebut didalam Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa, terkenal Da’wah Wali Songo. Maka tersebutlah bahwasannya Sunan Bonang hendak berangkat ke Mekkah, lalu ditinggalkannya Sunan Kali Jogo di Demak. Tetapi Wali Songo singgah terlebih di Pasai memperdalam ilmunya. Kedua, tersebut di dalam kitab Sejarah Melayu (Cerita Yang Keduapuluh) bahwa di Zaman Kebesaran Malaka, Sultan Mansyr Syah mengirimkan utusan ke Pasai meminta Fatwa Hukum tertinggi dengan membawakan hadiah emas tujuh tahil dan dua orang budak perempuan.
Ketiga, Sebagaimana tersebut di dalam Hikayat Catatan Fakih Shaghir  bahwa Ilmu Pengetahuan Agama Islam yang berjalan di Minangkabau adalah diterima dari Aceh. Kalimat Paderi sebagai nama dari gerakan melawan Belanda disebut bahwa dia diambil dari kalimat PIDARI, yaitu negeri Pidir, Aceh. Keempat, dengan terang jelas Syaikh Arsyad Banjar mengatakan bahwa kitab beliau yang terkenal bernama Sabidal Muhtadin, adalah lanjutan dari kitab Shiratal Mustaqim karangan Nuruddin Ar Raniri di Aceh. Keempat bukti itu menyebabkan bahwa Aceh di waktu itu benar-benar berhak memakai sebutan Serambi Mekkah.
Pada abad ke XV Aceh adalah sebuah kota yang tidak berarti dan tunduk kepada Pedir. Yang menjadi inti Kerajaan Aceh itu ialah daerah yang sekarang disebut Aceh Besar atau dalam istilah daerah Aceh Raya atau Atjeh Rejeuk. Pada mulanya  pusat pemerintahan Aceh terletak di satu tempat yang dinamakan kampong Ramni dan dipindahkan ke Darul Kamal oleh Sultan Alaudin Inayat Johan Syah (1408-1465). Kemudian memerintah Sultan Muzafar Syah (1465-1497). Beliaulah yang membangun kota Aceh Darussalam.
Pertumbuhan kerajaan Aceh disebabkan oleh kemajuan perdagangan didaerah tersebut pada permulaan abad ke XVI. Pada waktu itu saudagar-saudagar Muslim memindahkan kegiatan mereka ke Aceh. Hal itu adalah akibat permusuhan mereka dengan Portugis. Sebagai akibat dari penaklukan Malaka oleh Portugis pada tahun 1511 maka jalan dagang yang selama ini dari laut Jawa ke utara melalui Selat Karimata, terus ke Malaka pindah melalui Selat Sunda dan menyusur pantai Barat Sumatera. Sebagai akibat dari perubahan jalan dagang itulah pertumbuhan kota dagang Aceh. Di kota itu saudagar-saudagar dari berbagai negeri datang berdagang membeli barang-barang dari hasil berbagai daerah Indonesia yang dibawa pedagang-pedagang kesana.
Sultan Ali Mughayat Sjah adalah Sultan yang berjasa dalam meluaskan kekuasaan Aceh, pada mulanya Aceh tunduk kepada Pidie dan Sultan Ali Mukhayatsyahlah yang membebaskan Aceh dari kekuasaan Pidie itu. Sultan Pidie dan Sultan Ahmadsyah mengikat kerja sama dengan Portugis dan kota itu didirikan benteng Portugis dengan persenjataan yang lengkap. Hal itu ternyata tidak menguntungkan Pidie, sebab kedudukan Portugis di Pidie telah dapat dipergunakan oleh Sultan Ali Mukhayatsyah dengan adikinya Sultan Ibrahim untuk menggalang persatuan rakyat untuk melawan Pidie. Akhirnya Sultan Ahmadsyah tidak dapat bertahan walaupun di kota itu terdapat benteng Portugis dengan kekuatan seratus orang pasukan Portugis lengkap dengan artileri.
Pada tahun 1521 setelah mengalahkan armada portugis yang dipimpin oleh Jorge de Brito, maka Sultan Ali Makhayat Syah memimpin serangan ke Pidie sehingga pasukan Portugis bersama dengan Sultan Ahmad melarikan diri ke Pasei. Pada tahun itu juga Pasei ditaklukan Aceh. Benteng Portugis dikota itu  yang berada dibawah komando Antonio de Miranda jatuh ke tangan Aceh. Didalam serangan tersebut besar jasa seorang laksamana Aceh  yaitu Laksamana Ibrahim, adik Sultan Ali Makhayat Syah.
Setelah jatuhnya Pasei, maka terbukalah kemungkinan bagi Aceh untuk meluaskan kekuasaannya ke daerah Sumatera Timur. Satu hal yang membuka kemungkinan bagi kemajuan Aceh itu ialah hubungan yang telah dirintis oleh Aceh dengan Turki. Pada abad ke XVI itu kekuasaan Turki mencapai puncak kebesarannya. Pada tahun 1453 Konstantinopel dapat dirampas oleh Turki Osmani. Kekuasaan Turki Osmani adalah sebagai pewaris ke khalifan Islam yang ternyata telah hancur sejak jatuhnya Bagdad ketangan orang Mongol pada abad ke XIII.                   
Didalam serangan Aceh yang ditujukkan ke daerah pesisir timur Sumatera, maka Aceh berhadapan dengan Aru. Kerajaan Aru melakukan perlawanan terhadap perluasan kekuasaan Aceh itu. Penaklukan Aceh atas daerah Sumatera Timur berlangsung sangat lama, sebab daerah Sumatera Timur itu sangat luas dan kemungkinan kerajaan Aru itu masih bertahan dengan ibu kota yang baru di Deli Tua. Penaklukkan Aceh atas Deli Tua erat hubungannya dengan Hikayat Puteri Hijau yang populer itu. Kemungkinan yang dimaksud dengan Puteri Hijau itu ialah ratu atau puteri dari Aru yang menentang maksud raja Aceh untuk diserahkan sebagai tanda takluk kepada Aceh. Kemungkinan peristiwa itu terjadi pada masa tahun 1564-1612.
Yang menjadi inti kerajaan Aceh itu ialah daerah Aceh Besar atau Aceh Raya, atau dalam bahasa daerah Aceh Rayeuk. Didaerah inilah bermula tumbuh kerajaan Aceh dan berpusat di Banda Aceh Darussalam. Didaerah besar itu dahulu terdapat beberapa kerajaan yang takluk kepada Pidie, sebuah kerajaan itu diperintahi oleh Raja Inayat Syah. Putera Inayat Syah yang bernama Alauddin Riayat Syah memerintah sebagian daerah kekuasaan ayahnya, yaitu Daya sedangkan puteranya yang lain memerintah di Meukota Alam (Kuta Alam). Kedua kerajaan ini disatukan dan dapat melepaskan diri dari Pidiepada tahun 1920.
Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah kerajaan Aceh dengan bantuan persenjataan dan perwira Turki, maka dimulailah serangan ke Sumatera Timur dan Semenanjung Malaka. Serangan ke kota Malaka yang diduduki Portugis tidak berhasil dengan baik. Kerajaan Aru yang pada mulanya berpusat di teluk Haru (daerah sekitar Kuala Simpang) terpaksa memindahkan pusat pemerintahannya ke daerah pedalaman. Mungkin sejak itu pusat pemerintahan Aru adalah Deli Tua sekarang ini. Puncak kekuasaan Aceh ialah pada masa itu pesisir barat Sumatera sampai perbatasan Bengkulen dengan pelabuhan Indrapura, dan pesisir timur Sumatera sampai perbatasan Siak dikuasai oleh Aceh. Asahan adalah kedudukan Aceh yang terpenting di Sumatera Timur.
Setelah daerah Sumatera Timur dikuasai oleh Aceh, maka daerah Semenanjung Mlakan dikuasainya. Johor menjadi vazal kerajaan Aceh dan dua pelahuhan dipesisir timur Semenanjung Malaka, yaitu Pahang dan Patani menjadi pelabuhan yang dikuasai oleh Aceh. Kedua pelabuhan itu penting sekali bagi perdagangan lada dengan Tiongkok. Dengan berkuasanya Aceh dikiri kanan Selat Malaka, maka segyogyanyalah Aceh menguasai pelayaran di Selat itu. Namun kenyataannya tidak demikian, sebab Portugis masih berkuasa di Malaka.
Kewibawaan Aceh sebagai sumber sejarah dan pusat tamadun pemikiran Islam di Nusantara ini adalah tidak dinafikan. Sejarah Islam di Aceh sendiri selalu dianggap orang bermula di Perlak, tetapi sumber-sumber sejarah di China menunjukkan dengan jelasnya bhawa Islam datang ke Aceh jauh lebih berdasarkan adanya utusan kerajaan Samudra (sebelumnya dikenal sebagai Pasai), yang bernama Husain dan Sulaiman ke negeri China pada tahun 1282.
            Namun demikian apa yang dipentingkan disini ialah sumber-sumber sejarah tersebut tidak dapat dianggap sebagai permulaan masuknya Islam ke Aceh. Oleh karena itu para sarjana sejarah tempatan mempunyai alasan yang ukup kuat untuk membuktikan serta mempertahankan pendapat, yang mengatakan Islam masuk ke Aceh jauh sebelumnya atau selambat-lambatnya disekitar abad ke 10 M, karena pada sekitar abad ini Islam sudah terdapat di beberapa daerah penting di Nusantara.
            Meskipun pada sekitar abad tersebut Islam sudah terdapat di beberapa tempat di Nusantara dan bahkan mungkin juga telah dapat menguasai suatu kerajaan, seperti kerajaan Islam Puni, tetapi jelas tidak berhasil mengembangkan tradisi dan tamadun yang menarik sebagai sebuah pusat kerajaan Islam. Akibatnya kesan dan tradisinya tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap daerah-daerah Islam lainnya. Keadaan ini sama sekali berbeda dengan kerajaan Islam Samudera Pasai dimana telah berhasil dengan gemilangnya melanjutkan tradisi keislaman sehingga kebeberapa abad kemudian. Tradisi ini mencapai puncaknya melalui kerajaan Islam pada abad ke17 M.
            Pada abad ke 17, kerajaan Islam Aceh tidak hanya berhasil mencapai kejayaan dalam bidang politik kekuasaannya yang berpengaruh, tetapi juga telah Berjaya mengembangkan tradisi intelektual dan pemikiran Islam yang luar biasa dalam sejarah tamadun Islam di Nusantara ini. Aceh pada abad ke 17 telah dapat melahirkan ulam-ulama tersebut, seperti Hamzah Fansuri, Shamsuddin, Nuruddin dan Abdul Rauf Singkel. Mereka ini telah menunjukkan kemampuan dan kebolehannya masing-masing dalam bidang pemikiran Islam, melalui karya-karya mereka didalam bahasa Melayu. Mereka berkarya kira-kira 4 abad yang lalu, tetapi nampaknya sampai sekarang masih ada penulis-penulis Melayu saat di Nusantara ini, yang sanggup mencipta dan membincangkan masalah Islam dengan begitu berani dan mendalam. Kejayaan-kejayaan penulis Aceh inilah yang sebenarnya memperkuatkan kedudukan dan kewibawaan Aceh dikalangan masyarakat Islam di Nusantara. Kesan tamadun Islam Aceh terhadap daerah-daerah Islam tertentu di Nusantara ini amat luas dan cukup mendalam. Dan hal ini dapat dihubungkan dengan daerah-daerah, Patani, Kelantan dan juga tempat-tempat lainnya di Semenanjung, dimana ada beberapa aspek Islam, yang dengan sengaja dihung-hubungkan dengan sejarah kegiatan Islam di Aceh, misalnya seperti latar belakang keilmuwan ulama-ulama Patani abad ke 19, yang dikatakan berguru langsung kepada ulama-ulama Aceh tersebut. Cerita mengenai hubungan seperti ini sudah tentu banyak dipengaruhi oleh tradisi dan kewibawaan Aceh tersebut.
            Demikian hubungan Patani dengan Aceh, meskipun ada juga unsur-unsur hubungan yang semata-mata karena kewibawan dan kebesaran Aceh di zaman silam, tetapi unsure-unsur ini tidak dapat menafikan hakikat bahwa Patani dan Aceh memang mempunyai pertalian baik aspek sejarah Islam maupun aspek pemikirannya.

            Jalan pelayaran dan perdagangan orang-orang Muslim melalui Selat Malaka dengan pusat-pusatnya ialah Samudra Pasai dan Malaka dilanjutkan ke pesisir-pesisir kepulauan lainnya di Indojnesia. Bahkan menurut Hikayat Patani, seorang ulama yang bernama Syailah Said dari Pasai datang ke tanah Patani untuk mengajarkan Islam di kalangan raja-rajua serta serta rakyatnya. Jadi jelaslah Samudra Pasai sejak abad-abad 7 dan 8 terutama setelah terbentuknya pemerintahan yang bercorak Islam mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan dan perkembangan Islam di Nusantara, yang menguntungkan Samudra Pasai ialah keletakkannya yang strategis yaitu di jalur pelayaran dan perdagangan Internasional di Selat Malaka yang dapat menguhubungkan kekuatannya dengan Malaka dan negeri-negeri di pesisir kepulauan Indonesia.
             Oleh karena itulah dapat dimengerti apa sebabnya orang-orang Portugis selalu merebutkan kekuasaan Samudra Pasai dan Malaka, yang diulangi lagi usaha VOC Belanda untuk merebut Malaka dari tangan Portugis.
            Motivasi kedatangan dan proses Islamisasi mungkin terutama hubungan denga faktor ekonomi yaitu melalui dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh para Muballigh yang kedatangannya dapat bersama-sama dengan para pedagang atau tersendiri. Sejak aabad 13 M, penyebaran Islam melalui tasawuf termasuk katagori yang berfungsi dan membentuki kehidupan sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan bukti-bukti yang jelas pada tulisan-tulisan antara abad 13 dan Indonesia, memegang peranan suatu bagian yang penting dalam organisasi masyarakat kota-kota pelabuhan, dan sifat spesifik tasawuf yang memudahkan penerimaan masyarakat yang belum Islam kepada lingkungannya. Ahli-ahli tasawuf di daerah Aceh terutama dari abad-abad 17 sangat terkena seperti Hamzah Fansuri, Ar Raniri,Syamsuddin As Samatrani,Syekh Kuala dan lain sebagainya.
            Erat dengan proses Islamisasi maka orang-orang Muslim dapat pula membentuk dan mendirikan pesantren-pesantren, madrasah-madrasah.Melalui kelembagaan di masyarakat tersebut maka Islam dapat pula disebarkan dan dikembangkan ke daerah lingkungannya atau ke daerah-daerah di luarnya.
            Proses perkawinan orang-orang Muslim dengan anak-anak bangsawan Indonesia, juga dapat mempercepat pembentukan dan perkembangan Islam dari inti sosial yaitu keluarga hingga masyarakat lingkungannya.
Akibat perkawinan orang-orang Muslim dengan anak-anak bangsawan atau raja-raja maka proses penyebaran lebih dipercepat pula karena secara tidak langsung dalam pandangan masyarakat setempat orang Muslim tersebut status sosialnya dipertinggi dengan sifat-sifat karisma kebangsawanan. Lebih-lebih apabila pedagang-pedagang besar itu setelah melakukan perkawinan dengan anak bangsawan atau raja, adipati setempat, kemudian diangkat dengan susunan birokrasi kerajaan, sebagai Syahbandar, kadi atau jabatan lainnya.
            Proses penyebaran Islam melalui saluran perdagangan dan perkawinan dengan golongan bangsawan-bangsawan itu jelas menguntungkan kedua belah pihak. Bagi pedagang-pedagang Muslim merasa lebih produktif usahanya, karena kecuali mudah mendapatkan izin perdagangan juga memudahkan untuk lebih menyebarkan aran-ajaran Islam baik terhadap bangsawan  maupun masyarakat memudahkan pemasaran untuk pengeksporan hasil-hasil produksi negerinya. Karena terutama abad-abad ke 14, 15, dan 16 kuci pelayaran danh perdagangan di lautan sebagian besar ada pada golongan pedagang-pedagan Muslim.
            Hasrat raja-raja atau adipati berhubungan dagang pedagang-pedagang besar kaum Muslim dipercepat pula prosesnya apabila terjadi kekacauan politik, sosial ekonomi dan budaya di pusat-pusat pemerintahan. Setelah mereka mengangkat dirinya sebagai raja-raja Muslim maka proses penyebarannya kepada masyarakat lebih dipercepat karena sifat-sifat karismanya itu.
            Proses Islamisasi juga terjadi melalui pendekatan sosial budaya. Unsur-unsur budaya setempat seperti bahasa, tulisan, arsitektur, kesenian juga diselaraskan dengan apa yang dimiliki oleh Islam Adat Maketa Alam adalah hasil pengejawantahan antara adat di Aceh dan Islam, seperti Melayu, Jawa, Bugis, Sunda dan lain-lain.
            Dengan kedatangan atu proses Islamisasi sejak abad-abad ke 7, 8 Samudra Pasai pada awal abad ke 13 M. Muncul sebagai kerajaan yang bercorak Islam dan berkembang hingga awak ke 16 M. Keruntuhannya akibat penguasaan Selat Malaka dengan kota Malaka oleh orang-orang Portugis. Berita-berita asing terutama dari Marco Polo bahwa pada sekitar 1292 ia telah menceritakan adanya masyarakat Muslim di Perlak. Demikian pula diperkuat cerita dalam Hikayat raja-raja Pasai dan sejarah melayu yang menghubungkan kekeluargaan antara kerajaan Perlak dan Samudra Pasai. Mungkin kedatangan dan proses Islamisasi di daerah Perlak ini juga semasa dengan di Samudra Pasai. Meskipun pada suatu saat yang terkenal sebagai kerajaan yang bercorak Islam adalah Samudra Pasai. Hikayat yang menceritakan tentang kerajaan Perlak itu perlu diteliti dan dibandingkan dengan sumber-sumber lainnya agar lebih jelas dalam mata rantai sejarah daerah Aceh khususnya dan Sejarah Nasional pada umumnya.
            Kerajaan-kerajaan Islam yang bercorak Islam di daerah Aceh kita dapat ketahui pemberitaannya kecuali dari kedua Hikayat tersebut diatas juga dari Hikayat Bustanius Selatina dari abad ke 17 yang menceritakan pertumbuhan dan perkembangan sejarah Aceh. Kerajaan Aceh yang memuncak dan boleh dikatakan mengalami kejayaannya, kemakmuran diberbagai bidang, tetapi juga peperangan melawan penjajahan Portugis ialah abad ke 17 masa pemerintahan Iskandar Muda.

Kebijaksanaan Mempergunakan Hikayat dalam Perkembangan Islam di Aceh

            Kajian mengenai hikayat dapat membantu untuk menggambarkan suatu keadaan kesejarahan masyarakat Aceh dalam masa yangt silam. Beberapa kajian terdahulu telah mencoba mempelajari berbagai nilai hikayat itu bagi masyarakat Aceh. Tidak kurang dari 100 hikayat dan haba jameuen pernah hidup dalam kehidupan masyarakat Aceh. Setelah kita memperhatikan hikayat-hikayat itu maka tampkalah beberapa hal yang cuku menarik. Diantaranya beberapa hikayat yang diwarnai oleh pengarauh Hindu (termasuk Animisme dan Dinamisme) ternyata mendapat sisipan pengaruh Islam, raja-raja Aceh dibuatkan hikayatnya, peristiwa sejarah menjadi bahan bagi hikayat, dan semangat jihad dibangun pula dengan hikayat.
            Masyarakat Aceh dari dahulu telah mempergunakan hikayat dalam kehidupannya untuk berbagai tujuan, lebih daripada sekedar alat hiburan saja. Oleh sebab itu dalam sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, niscaya peranan dan kebijaksanaan mempergtunakan hikayat tidaklah dapat diabaikan Tanpa memperhatikan hal ini, maka suasana peralihan dari kehidupan Hinduisme kepada suasana kehidupan Islam, boleh dikatakan tidak akan tergambar dengan baik dalam lukisan kesejahteraan masyarakat Aceh.
            Sewaktu Islam menuju daerah Aceh, suatu masalah pokok yang harus dihadapinnya ialah dengan cara bagaimanakah agama baru ini akan disiarkan dalam masyarakat yang masih menganut Hinduisme dan paham lain semacam itu. Pada tahap pertama hampir dapat dipastikan, agama itu tentu akan dikenal melalui perkawinan dan pergaulan. Sesudah itu, setelah dia mempunyai beberapa pengikut, dapatlah diadakan semacam tablig atau pertemuan-pertemuan untuk memperdalam dan memperluas jangkauan agama itu. Namun dmikian, bagaimanapun juga baiknya cara itu, tapi kemampuan jangkauannya tetaplah terbatas oleh ruanbg dan waktu sehingga akan memerlukan masa yang lama untuk mmpengaruhi suasana kehidupan yang Hinduisme itu. Karena itu harus ada suatu cara yang lebih jitu untuk menunjang perkembangan Islam swlain dengan cara dakwah yang terbuka tersebut.
            Masalah utama dalam masa pertama kedatangan Islam itu ialah masalah pengaruh. Persoalannya ialah bagaimana cara memperbesar pengaruh Islam secepat mungkin, dan bagaimana sebaliknya mempersurut  pengaruh Hinduisme secepatnya. Pada masa itu pengaruh Hinduisme tentu sudah dikokohkan dengan berbagai cara, dan satu diantara cara itu yang amat penting ialah dengan mempergunakan cerita-cerita seperti hikayat. Dalam pada itu Islam belum lagi mempunyai media untuk memperkokoh tempatnya berdiri.
            Jika demikian halnya, maka pengaruh Hinduisme yang telah dikokohkan melalui cerita rakyat itu, mestilah digoyangkan dengan memasukkan unsur-unsur pengaruh Islam kedalamnya. Itulah sebabnya mengapa cerita-cerita dari Hinduisme itu mendapat warna atau sisipan Islam. Meskipun demikian tidaklah mudah memasukkan sisipan nafas Islam kedalam cerita-cerita yang Hinduisme itu. Pada satu pihak sisipan itu hendaklah menjaga jalannya cerita sehingga tidak sampai merusak nilai-nilai seni cerita itu. Pada pihak lain sisipan itu haruslah sehemat mungkin, sehingga tidak sampai terasa merusak keaslian cerita itu. Sisipan itu sedapat mungkin tidak sampai menimbulkan kejutan, tapi mampu pula hendknya memberikan semacam gugahan, bagi orang yang mendengarnya. Dan cara ini ternyata cukup disadari oleh Islam dalam memergunakan hikayat, sebagai sarana penunjang perkembangannya.
            Dalam Hikayat Maleem Diwa suatu hikayat yang pernah dipandang sakti oleh masyarakat Aceh, dan hampir semuanya diwarni oleh pengaruh Hindu, telah dimasukkan sisipan pengaruh Islam yang amat berhati-hati sekali. Dalam pengembaraan Maleem Diwa mencari istrinya yang kembali ke kayangan, dia telah berbuat pura-pura sebagai guru mengaji (agama Islam) untuk menyelidiki rahasia keadaan isterinya. Sisipan itu jelas mamat kecil sekali, namun pengaruhnya dalam jangka yang panjang, dapat mempunyai arti yang cdukup penting.
            Suasana perkembangan pengaruh Islam itu makin memperlihatkan dirinya dalam Hikayat kancamara. Dalam hikayat ini mulailah diperdebatkan kebenaran agama Hindu dan Islam meskipun kebenaran Islam masih simbolis penyampaiannya. Setelah pengaruh dan perkembangan agama Islam itu mempunyai tempat berpijak yang kokoh maka generasi muda Aceh dengan tegas menolak ajaran Hindu. Gambaran itu amat baik sekali dilukiskan oleh Hikayat Poetroe Peureukison. Sang puteri yang telah memahami sepenuhnya kelebihan dan kebenaran Islam dengan tegas menolak bujukan ayahnya agar tetap menyembah berhala.
            Memasukkan unsur-unsur Islam secara bertahap dank e dalam cerita-cerita Hindu ndapat dipandang sebagai langkah permulaan dalam usaha memasukkan dan memperkembangkan pengaruh Islam dalam masyarakat Aceh. Langakah itu masih tindak lanjut berupa suatu usaha mendirikan suatu masyarakat Islam yang kokoh di bawah satu ikatan yang kuat pula. Dalam hal ini arti raja-raja Aceh, amatlah menentukan. Dengan melangkahi saja bagaimana raja-raja Aceh telah menerima Islam sebagai agamanya, maka raja-raja itupun dibuat hikayatnya atau kalau sudah ada cerita tentang raja-raja itu dalam suasana Hindu, maka setelah keturunannya memeluk Islam, cerita itu segera diberi warna Islam. Dalam usaha ibi ada dua hikayat Aceh yang amat penting. Pertama Hikayat Aceh dan kedua Hikayat Raja-raja Pasai.
            Jika diperhatikan kadar pengaruh Hindu dalam cerita, maka Hikayat Aceh barangkali lebih tua dari hikayat Raja-raja Pasai. Cerita mengenai raja-raja Aceh dalam Hikayat Aceh melukiskan tentang nenek moyang raja-raja Aceh dalam Hikayat Aceh melukiskan tentang nenek moyang raja-raja Aceh yang kawin dengan putrid dari kayangan seperti yang tampak dalam Hikayat Maleem Diwa.
            Hikayat Aceh belum lagi memberikan gambaran yang terang tentang agama Islam dalam kehidupan raja-raja Aceh itu keturunan Iskandar Zulkarnain. Gambaran Islam yang amat baik dilukiskan dalam kehidupan raja-raja Pasai. Raja Samudra Pasai Merah Seulu, telah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad, di Islamkan serta mendapat hberbagai ilmu pengetahuan dari Nabi. Lukisan serupa itu dijumpai lebih lengkap lagi dalam Sejarah Melayu pada cerita yang ketujuh betapa Fakir Muhammad dengan nahkodanya Syekh Ismail, telah sengaja pergi ke Samudra Pasai untuk mengislamkan Merah Silu dan rakyat Aceh.
            Keadaan hikayat dalam masa silam itu dapat dikatakan mengambil fungsi media massa seperti surat kabar dan buku-buku dalam masa sekarang ini. Hikayat itulah yang didengar berulang-ulang karena didalamnya terkandung berbagai nilai yang diperlukan masyarakat. Menyadari fungsi semacam itulah telah diubah sedemikian rupa untuk mempertahankan agama Islam dalam kehidupan masyarakat Aceh. Arti hikayat ini bagi semangat jihad orang Aceh tidaklah enteng. Hikayat itulah yang telah mendorong pejuang-pejuang Aceh untuk memilih mati syahid, daripada hidup berdampingan dengan kaphee Belanda (kafir Belanda).
            Pada masa perlawanan Aceh melawan Belanda hampir tiap generasi Aceh telah dibesarkan dengan buah syair Hikayat Perang Sabil, baik dibuaian maupun dealam pengembaraan mereka dalam hutan belantara.
            Demikianlah Islam telah mencoba membangun masyarakat Aceh dengan mempergunakan hikayat dengan cara yang amat bijaksana, dan hasilnya telah dibuktikan oleh sejarah itu sendiri. Kekuatan dan keteguhan masyarakat Aceh telah melumat dengan Islam itu sendiri, mereka sampai kepada tekad yang luar biasa sehingga Belanda sampai kepada titik hampir putus asa untuk menundukkan Aceh.

Sejarah Masuknya Islam di Negeri Perlak ditinjau  dengan Pendekatan Arkeologi

          Maksud dari pendekatan arkeologi terhadap sumber sejarah disini ialah pendekataan (approach) sebagai saudara kandung sejarah (archeology as history). Dalam pendekatan ini maka arkeologi sebagai disiplin ilmu yang mempelajari kehidupan manusia dengan segala aspeknya dalam masa lampau atas dasar penemuan-penemuan berupa benda hasil budaya masa lampau dapat membantu sejarah yang juga mempelajari peristiwa-peristiwa kehidupan masa lampau. Kalau ilmu sejarah berhasil mengungkapkan peristiwa-peristiwa kehidupan masa lampau umpamanya segi kronologinya maka arkeologi dapat membantu dengan memberikan bukti-bukti kehidupan sosial masa lampau tersebut misalnya pada peristiwa tertentu maka arkeologi dapat membantu dengan aspek-aspek kehidupan sosial masa itu dengan mempelajarisemua benda-benda tersebut akan terdapat benda-benda yang membantu kronologi juga misalnya mata uang bertanggal, keramik asing dan sebagainya.
            Data arkologi yang berhubungan dengan Perlak belum banyak digarap. Sebenarnya penelitian arkeologi tentang bekas Bandar Perlak mungkin akan dapat memberikan beberapa jawaban yang lebih memuaskan tentang kronologi kerajaan Perlak. Sejauh ini penelitian arkeologi disitus bekas kerajaan Perlak baru meliputi beberapa tempat saja. Penelitian ini belum dapat menghasilkan data pertanggalan yang mutlak dari makam-makam kuno yang diteliti belum ada yang memberikan cirri-ciri memuat angka tahun seperti yang banyak kita temukan di Pasai atau di daerah Aceh, seperti misalnya makam-makam bertanggal di kompleks makam Malik As Shaleh, Kandang XII, Minje Tujoh dan sebagainya.
            Sumber sekunder seperti Idharulaq patut kita perhatikan adanya petunjuk tentang masa pemerintahan kerajaan Perlak dari abad 3. Sumber sekunder lainnya baik berita asing dari Marcopolo dan Cina lebih-lebih sumber dari musafir Arab telah memberikan petunjuk jelas tentang semukiman para pedagang muslim di Perlak. Sekitar abad 12 dan 13 M di Perlak telah ada kerajaan Islam, Marcopolo telah memberikan kabar tersebut kepada kita.
            Perlak sebagai jajaran pelabuhan kuno di Pantai Timur Sumatra merupakan jalur perdagangan kuno yang sangat erat kaitannya dengan bekas pelabuhan kuno lainnya yang sejaman di sepanjang Pantai Timur Sumatra seperti Haru, Tamiang, Pasai dan sebagainya.
            Sumber barat menyatakan bahwa sejak pertengahan abad ke XV, Islam telah masuk dan dianut oleh penduduk sekitar kpulauan Maluku, Kalimantan dan Sulawesi. Dengan berkembangnya Islam di Maluku terutama di Ternate dan Tidore sekitar awal nke XV ini, maka ulau-pulau di sekitar selatan Maluku dan pantai-pantai Sulawesi Utara yang berdekatan dengan Ternate segera memeluk Agama Islam.
            Menurut Dr.Mattulada, kerajaan di Sulawesi Selatan yang mula-mula menerima Islam sebagai agama resmi, ialah Kerajaan kembar Gowa Tallo sekitar tahun 1014 Hijriyah atau tahun 1605 Masehi. Namun menurut Thomas W. Arnold, ketika Portugis pertama kali memasuki pulau Sulawesi bagian selatan pada tahun  1540 Masehi, mereka sudah menemukan beberapa orang Islam di Gowa, ibukota kerajaan Makassar dan baru pada awal abad ke XVII Agama Islam merata dianut oleh rakyat.  Para ulama, pejuang muhajirin inilah yan telah berjasa menyiarkan Islam di Kalimantan sampai ke Sulu dan Pilipina. Menyiarkan Islam di Maluku(Ternate dan Tidore). Demikian pula di Sulawesi Selatan. Akhirnya raja-raja Gowa (Makassar) mengirim para Muballig ke Sumbawa dan Lombok sehingga berdiri pula kerajaan-kerajaan Islam di daerah ini. Raja yang mula-mula Islam di Makassar ialah raja Tallo yang bernama  I Mallingkaang Daeng Mannyonri. Setelah masuk Islam bergelar Sultan Abdullah Awwalul Islam. Kemudian menyusul masuk Islam raja Gowa yang ke XIV Baginda I Mangngerengi Daeng Mannrabia dan berganti nama dengan Sultan Alauddin(1591-1638 M).Kemudian dalam masa dua tahun berikutnya seluruh raktyat Gowa dan Tallo sudah memeluk Agama Islam.
           
            Fakta sejarah untuk membantu pembuatan sejarah tentang sejauh mana hubungan Aceh dengan Indonesia bagian Timur ini dalam rangka pengembanhan Islam pada awal masuknya Islam ke Indonesia ini dan selanjutnya sangat sulit didapatkan. Peranan muballigh-muballigh dari Aceh, Minangkabau, Malaka dan Jawa sangat besar peranannya dalam mengembangkan Islam di daerah Indonesia bagian Timur ini, terutama di daerah Maluku (Ternate dan Tidore) dan di daerah Sulawesi (Gowa-Makassar dan Buton).
            Adapun menyangkut perkembangan Islam di Indonesia bagian timur ini pada akhir-akhir abad ke XIX  dan awal abad ke XX, jelas tumbuh pesat karena kegigihan muballigh-muballigh dan para ulama yang berasal dari daerah ini sendiri dan diperkuat dengan para pejuang-pejuang Mujahid yang diasingkan oleh colonial Belanda ke daerah ini, anatar lain Imam Bonjol dari Menado, Pangeran Diponogoro ke Makassar (sekarang Ujung Pandang), dan pejuang-pejuang lainnya dari Aceh, Minangkabau dan Banten yang tersebar diantara pulau-pulau di Indonesia bagian timur.