BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penulisan ilmiah disamping harus
menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar, juga harus dapat menggunakan
bahasa itu sebagai sarana komunikasi ilmu. Penggunaan bahasa Indonesia
secara baik dan benar dalam tulis-menulis, harus pula ditunjang oleh penerapan peraturan ejaan yang berlaku dalam bahasa
Indonesia, yaitu Ejaan Yang Disempurnakan. Mungkin dalam kehidupan sehari-hari kita
sering melupakan kaidah-kaidah penulisan di dalam bahasa Indonesia.
Sehingga gagasan atau pesan yang
terdapat pada karya tulis kita sedikit
sukar untuk dipahami oleh pembaca.
Mungkin
dewasa ini banyak orang yang menganggap remeh tentang pentingnya Ejaan yang
Disempurnakan di dalam suatu penulisan. Padahal hal tersebut dapat mengakibatkan kurang efektifnya pesan atau gagasan
yang tersirat kepada pembaca.
1.2
Rumusan Masalah
Dengan berpedoman pada uraian yang ada
dalam latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dipandang
perlu untuk melakukan perumusan
masalah. Rumusan masalah secara umum yaitu,’’apa saja kajian dari Ejaan Yang
Disempurnakan?’’ secara rinci, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Apa saja
dasar-dasar pelafalan di dalam pemakaian huruf?
2.
Bagaimanakah
cara penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan tanda baca
dalam Ejaan yang Disempurnakan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari mempelajari materi Ejaan Yang Disempurnakan antara lain:
1. Dapat memahami gagasan atau pesan dari suatu bahasa tulis.
2. Dapat memahami pemakaian dan
penulisan huruf dalam bahasa Indonesia sesudah dengan Pedoman Umum Ejaan
Yang Disempurnakan.
3. Dapat memahami cara Penulisan
kata, baik yang sudah mengalami perubahan karena mendapat imbuhan, pengulangan,
maupun penggabungan.
4. Dapat memahami penulisan unsur serapan didalam bahasa Indonesia, baik
itu dari segi pengucapan maupun penulisannya.
5.
Dapat memahami sebuah tulisan dengan tepat karena mengindahkan
pemakaian tanda baca dengan baik dan benar.
1.4 Manfaat
Dengan mempelajari materi
Ejaan yang Disempurnakan,
diharapkan kita mampu mengaplikasikan ragam penulisan dengan baik dan benar di
dalam kehidupan sehari-hari. Selain hal
tersebut, dengan mempelajari Ejaan yang Disempurnakan kita sudah mencerminkan
sebagai bangsa Indonesia yang baik karena mencintai bahasa Indonesia.
BAB
II
LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Ejaan
Ejaan Van
Ophuijsen merupakan ejaan bahasa Melayu
dengan huruf Latin. Charles
Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer
dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim
menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian
dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial
pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1.
Huruf ï untuk
membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan
tersendiri dengan diftong
seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y
seperti dalam Soerabaïa.
2.
Huruf j untuk
menuliskan kata-kata jang, pajah,
dan sajang.
3.
Huruf oe untuk
menuliskan kata-kata goeroe, itoe, dan
oemoer.
4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan
tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’,
dan pa’.
Ejaan Republik diresmikan pada tanggal 19 Maret
1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan
Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
1. Huruf
oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, dan
umur.
2. Bunyi
hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,
dan rakjat.
3.
Kata
ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2,
ke-barat2-an.
4.
Awalan
di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mendampinginya.
Setelah diresmikannya Ejaan Republik
kemudian muncul konsep Ejaan Melindo (Melayu Indonesia) yang dikenal pada akhir tahun 1959.
Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah
peresmian ejaan ini.[1]
Pada era berikutnya telah diresmikan pemakaian Ejaan Yang Disempurnakan pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh
Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57,
Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan
Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972) |
Malaysia
(pra-1972) |
Sejak
1972
|
|||||
Tj
|
Ch
|
C
|
|||||
Dj
|
J
|
J
|
|||||
Ch
|
Kh
|
Kh
|
|||||
Nj
|
Ny
|
Ny
|
|||||
Sj
|
Sh
|
Sy
|
|||||
J
|
Y
|
Y
|
|||||
oe*
|
U
|
U
|
|||||
Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan
"u".
2.2 Tanda
Baca dan Fungsinya
Suatu hal yang sering diabaikan dalam penulisan adalah
tanda baca. Banyak sekali penulis yang kurang mengindahkan tanda baca ini. Padahal,
tanda baca ini sangat berperan dalam penulisan.
Adanya tanda
baca, akan membantu pembaca memahami sebuah tulisan dengan tepat. Sebaliknya
tidak adanya tanda baca, akan menyulitkan pembaca memahami suatu tulisan,
bahkan mungkin dapat mengubah pengertian suatu kalimat.[2]
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Ejaan dalam Bahasa Indonesia
Kata “ejaan” berasal dari kosakata
bahasa Arab hija’ menjadi eja yang mendapat akhiran –an. Huruf
yang dieja disebut huruf hijaiyah. Mengeja adalah membaca huruf demi
huruf. [3]Ejaan
adalah sistem tulis-menulis yang dibakukan (distandarisasikan). Ejaan merupakan
keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana
hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu
bahasa).[4]
3.2 Pemakaian
Huruf
Dalam pemakaian huruf ini, akan dibahas (1)
nama-nama huruf, (2) lafal singkatan dan kata, (3) persukuan, dan (4) penulisan
nama diri.
Nama-Nama Huruf
Huruf
|
Nama
|
Huruf
|
Nama
|
||
A a
|
A
|
N n
|
en
|
||
B b
|
be bukan
bi
|
O o
|
o
|
||
C c
|
ce bukan
se
|
P p
|
pe
|
||
D d
|
de bukan
di
|
Q q
|
ki bukan
kyu
|
||
E e
|
E
|
R r
|
er
|
||
F f
|
Ef
|
S s
|
es
|
||
G g
|
ge
bukan j
|
T t
|
te
|
||
H h
|
Ha
|
U u
|
u bukan
iyu
|
||
I i
|
i bukan
ei
|
V v
|
fe
bukan fi
|
||
J j
|
Je
|
W w
|
we
|
||
K k
|
Ka
|
X x
|
eks
|
||
L l
|
el
bukan il
|
Y y
|
ye
bukan ey
|
||
M m
|
Em
|
Z z
|
zet
|
||
Di
samping abjad tersebut di atas, ada juga penggabungan huruf untuk melambangkan
diftong, seperti : au (harimau), ai (badai), dan
oi (amboi). Atau penggabungan khusus yang terdiri dari dua huruf,
seperti : kh (khusus, makhluk), ng (langsung, sangsi),
ny (nyenyak, nyanyi), dan sy (syarat, syukur),
serta nk (bank, sanksi).[5]
Huruf
e bisa
melambangkan /e/ seperti pada kata ekor, merah, atau lebar
dan melambangkan /e/ seperti pada kata emas, empedu, lesu,
atau semut. Perlu dicatat di sini bahwa dalam sistem tulisan, bahasa
Indonesia menggunakan ejaan fonemis,
artinya hanya ada satu bunyi untuk satu lambang.
Hal
ini berarti sangat berlainan dengan
bahasa inggris yang menggunakan lambang dengan bermacam-macam bunyi
sesuai dengan posisi fonemnya dalam kata.
Lambang
/u/ --misalnya—berbeda bunyinya masing-masing pada kata: usually dan sun.
Coba bandingkan kata itu dengan lafal /u/ pada kata bahasa Indonesia: bulat dan
untuk. Dengan demikian, pengucapan cat menjadi cet, komputer menjadi kompiuter adalah salah.
3.3
Penulisan Huruf
Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, penulisan huruf menyangkut dua masalah, yaitu: (1) penulisan
huruf besar atau huruf kapital dan , (2) penulisan huruf miring.
3.3.1
Penulisan Huruf Besar
atau Huruf Kapital
Penulisan
huruf kapital yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan resmi kadang-kadang
menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku. Kaidah penulisan huruf kapital itu
adalah sebagai berikut:
1.
Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama kalimat yang berupa petikan langsung.
Misalnya:
1.
Nenek bertanya, ‘’kapan
kita pulang?’’
2.
‘’Kemarin engkau
terlambat,’’ katanya.
3.
Huruf besar atau huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan
hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata ganti-Nya. Huruf
pertama pada kata ganti ku, mu, dan nya, sebagai kata
ganti Tuhan harus dituliskan dengan huruf kapital, ditulis serangkai dengan
tanda hubung (-). Hal-hal keagamaan itu hanya sebatas pada nama diri, sedangkan
kata-kata yang menunjukkan nama jenis, seperti: jin, iblis, surga, malaikat, mahsyar,
zakat, dan puasa –meskipun bertalian dengan keagamaan tidak diawali dengan
huruf kapital.
Misalnya:
1.
Semoga Tuhan Yang
Mahakuasa memberkati usaha kita.
2.
Dalam Weda
terdapat ayat-ayat yang menganjurkan agar manusia berakhlak terpuji.
Kata-kata
keagamaan lainnya yang harus ditulis dengan huruf kapital adalah nama agama dan
kitab suci, seperti: Islam, Kristen, Hindu, Budha, Injil, dan Weda.
3.
Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, agama), jabatan, dan pangkat yang
diikuti nam orang. Akan tetapi, jika di dalam rangkaian tulisan ini sudah
ditafsirkan bahwa penyebutan tanpa nama mengacu pada orangnya, gelar atau
jabatan itu harus menggunakan huruf kapital.
Misalnya:
1.
Pergerakan itu dipimpin
oleh Haji Agus Salim.
2.
Pemerintah memberikan
anugerah kepada Mahaputra Yamin.
Jika
tidak diikuti oleh nama gelar, jabatan, dan pangkat harus ditulis dengan huruf
kecil.
Misalnya:
1.
Calon jemaah haji DKI
tahun 2005 ini berjumlah 9.500 orang.
2.
Seorang presiden
akan diperhatikan oleh rakyatnya.
3.
Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Misalnya:
1.
Dalam bahasa Bali
terdapat kata singgah.
2.
Kita bangsa
Indonesia, harus bertekad untuk menyukseskan pembangunan.
Seperti
contoh tersebut, kata suku, bangsa, dan bahasa tetap ditulis
dengan huruf awal kecil. Akan tetapi, jika nama bangsa, suku, dan bahasa itu
diberi awalan dan akhiran sekaligus, ia harus ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
1.
Lafal ucapannya masih
menampakkan kesunda-sundaan.
2.
Kita harus berusaha mengindonesiakan kata-kata asing.
3.
Huruf besar atau huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
1.
Pada bulan Agustus
terdapat hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.
2.
Biasanya,umat Islam
seluruh dunia merasa sangat berbahagia pada hari Lebaran.
3.
Huruf besar atau huruf
kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas geografi.
Misalnya:
1.
Salah satu tempat
pariwisata di Bali adalah Danau Batur.
2.
Di Teluk Jakarta
telah dibangun proyek perikanan laut.
Akan
tetapi jika tidak menunjukkan khas geografi, kata-kata selat, teluk,
terusan, gunung, kali, danau, dan bukit ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
1.
Nelayan itu berlayar
sampai ke teluk.
2.
Kita tidak boleh
membuang sampah di kali.
3.
Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta
nama dokumen resmi.
Misalnya:
1.
Pasal 36, Undang-Undang
Dasar 1945 menyatakan bahasa negara adalah bahasa Indonesia.
2.
Semua anggota PBB harus
mematuhi piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Akan
tetapi, jika tidak menunjukkan nama resmi, kata seperti itu ditulis dengan
huruf kecil.
Misalnya:
1.
Menurut undang-undang
dasar kita, semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama.
2.
Pemerintah republik itu
telah menyelenggarakan pemilihan umum sebanyak empat kali.
3.
Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama semua kata didalam nama buku, majalah, surat kabar, dan
judul karangan, kecuali kata partikel, seperti di, ke, dari, untuk, dan
yang,yang tidak terletak diawal kalimat.
Misalnya:
1.
Buku Dari Ave Maria
ke Jalan ke Roma dikarang oleh Idrus.
2.
Disempurnakan diterbitkan oleh Balai
Pustaka.
3.
Huruf besar atau huruf
kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan, kecuali gelar dokter.
Misalnya:
1.
Proyek itu dipimpin
oleh Dr. Dewi Gita.
2.
Penyakit ibu saya sudah
dua kali diperiksa oleh dr. Susanto.
Catatan:
Ada
perbedaan antara gelar Dr. dan dr. (doktor dituliskan dengan D kapital
dan r kecil jadi Dr., sedangkan dokter, yang memeriksa penyakit dan
mengobati orang sakit, singkatannya ditulis dengan d dan r kecil, jadi dr. ).
3.
Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai
huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu,
saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata
ganti atau sapaan. Kata Anda juga diawali huruf kapital.
Misalnya:
1.
Surat Saudara
sudah saya terima.
2.
Eka
bertanya kepada ibunya, ‘’ pagi tadi Ibu menjemput siapa di pelabuhan?’’
Akan
tetapi, jika tidak dipakai kata ganti sapaan, kata penunjuk hubungan
kekerabatan itu ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
1.
Kita harus menghormati ibu
dan bapak kita.
2.
Semua kakak dan adik
saya sudah berkeluarga.
3.4
Penulisan kata
3.4.1 Kata Dasar
Misalnya
:
1.
Ibu percaya bahwa
engkau tahu.
3.4.2 Kata
Turunan
1.
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya
:
bergelatar, dikelola,
penetapan, menengok, mempermainkan.
1.
Jika bentuk dasar
berupa gabungan kata, awal-an atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang
langsung mengikuti atau mendahuluinya. ( Lihat juga keterangan tentang tanda
hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya :
bertepuk
tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
2.
Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapatkan awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata
itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V Pasal
E, Ayat 5)
Misalnya :
menggarisbawahi,
menyebarluaskan, dilipatgandakan,
penghancurleburan.
1.
Jika salah satu unsur gabungan kata hanya
dipakai dalam konbinasi, hubungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya :
adipati, aerodinamika,
antarkota, anumerta, audiogram, awahama, bikarbonat, biokimia, caturtunggal,
dasawarsa, dekameter.
3.4.3 Bentuk ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap
dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, bumiputra-bumiputra,
hati-hati, undang-undang.
3.4.4 Gabungan kata
1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk,
termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kambing hitam, kereta api
cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linier, orang tua, persegi
panjang.
2.
Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahn
pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di
antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar, anak-istri saya,
buku sejarah- baru, mesin hitung tangan, ibu-bapak kami.
3.
Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali, adakalanya, akhirulkalam,
alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, bea
siswa, belasungkawa, bumi putra, daripada, darmabakti.
3.4.5 Kata Ganti –ku, kau, -mu, dan –nya
Kata ganti ku- dan kau- ditulis
serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -nu, dan –nya ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Apa yang ku miliki boleh kau ambil
Bukuku, bukunya, dan bukunya
tersimpan di perpustakaan.
3.5
Penulisan Unsur Serapan
Dalam perkembangannya, bahasa
Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah
maupun dari bahasa asing, seperti: Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau
Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia
dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle
cock, l’ expoitation de l’homme par l’homme.[7]
Unsur-unsur ini dipakai dalam bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih
mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya di
sesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini di usahakan agar
ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesia masih dapat
dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur
serapan itu ialah sebagao berikut:
aa
(Belanda) menjadi a
paal pal
baal bal
octaaf oktaf
ae tetap
ae jika tidak bervariasi dengan e
aerobe aerob
aerodinamics aerodinamika
3.6 Penggunaan Tanda Baca
3.6.1 Tanda Titik (.)
1.
Tanda titik dipakai
pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[8]
Contoh:
1.
Wayan pergi
ke Yogyakarta.
2.
Budi menanyakan
kapan adiknya datang.
b.Tanda
titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
3.
A.M. Sangaji
c.
Tanda titk tidak dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan
sapaan.
Contoh:
4.
Ir. Insinyur Prof.
Profesor
3.6.2 Tanda Koma (,)
a. Tanda koma dipakai di antara
unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Contoh:
5.
Sinta
membeli buku, pena, dan penggaris
b. Tanda koma dipakai untuk
memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang
didahului oleh tata, seperti: tetapi atau melainkan.
Contoh:
6.
Pak Suta bukan
ayah saya, melainkan ayah Joni
c. Tanda koma tidak dipakai untuk
memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat apabila petikan
langsung tersebut berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan mendahului
bagian lain dalam kalimat itu.
Contoh:
7.
“Ke mana kamu akan
pergi?” tanya Gatot.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Simpulan
Pemakaian dan penulisan huruf sangat
penting dalam penulisan. Supaya dapat memahami pemakaian dan penulisan huruf
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan.
Penulisan kata juga sangat penting dalam bahasa
Indonesia, karena dalam berbahasa kita menggunakan kata. Dalam berbahasa seringkali kata dasar
mengalami perubahan karena mendapat imbuhan, pengulangan, dan penggabungan.
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia banyak
menyerap unsur pelbagai bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan ini ada yang sudah disesuaikan
dengan kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapan maupun penulisannya, dan ada
yang belum sepenuhnya disesuaikan.
Suatu hal yang sering diabaikan dalam penulisan adalah
tanda baca. Banyak sekali penulis yang kurang mengindahkan tanda baca ini.
Padahal, tanda baca ini sangat berperan dalam penulisan. Adanya tanda baca,
akan membantu pembaca memahami sebuah tulisan dengan tepat. Sebaliknya tidak
adanya tanda baca, akan menyulitkan pembaca memahami suatu tulisan, bahkan
mungkin dapat mengubah pengertian suatu kalimat.
4.2 Saran
Dari pembahasan yang telah diuraikan, kami
berharap agar mahasiswa dapat mengimplementasikan Ejaan yang Disempurnakan di
dalam suatu penulisan karya ilmiah. Sehingga jika hal tersebut diaplikasikan di
dalam kehidupan sehari-hari, maka suatu karya tulis akan mudah dipahami oleh
pembaca.
[2] Akhadiah, Sabarti, Pembinaan
Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga.1998). hal 181
No comments:
Post a Comment