My Real Blog, Life, Education, Story, Song, Laugh and My Real Love♡

Monday 28 October 2013

Makalah Penerapan Kaidah Ejaan



BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
      Penulisan ilmiah disamping harus menggunakan  bahasa Indonesia yang baik dan benar, juga harus dapat menggunakan  bahasa itu sebagai sarana komunikasi ilmu. Penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam tulis-menulis, harus pula ditunjang oleh penerapan  peraturan ejaan yang berlaku dalam bahasa Indonesia, yaitu  Ejaan Yang Disempurnakan.  Mungkin dalam kehidupan sehari-hari kita sering melupakan kaidah-kaidah penulisan di dalam bahasa Indonesia. Sehingga  gagasan atau pesan yang terdapat pada karya tulis kita  sedikit sukar untuk dipahami oleh pembaca.
      Mungkin dewasa ini banyak orang yang menganggap remeh tentang pentingnya Ejaan yang Disempurnakan di dalam suatu penulisan. Padahal hal tersebut dapat  mengakibatkan kurang efektifnya pesan atau gagasan yang tersirat kepada pembaca.

1.2  Rumusan Masalah
      Dengan berpedoman pada uraian yang ada dalam latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dipandang perlu untuk melakukan perumusan masalah. Rumusan masalah secara umum yaitu,’’apa saja kajian dari Ejaan Yang Disempurnakan?’’ secara rinci, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.                  Apa saja dasar-dasar pelafalan di dalam pemakaian huruf?
2.                  Bagaimanakah cara penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan tanda baca dalam Ejaan yang Disempurnakan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari mempelajari materi Ejaan Yang Disempurnakan antara lain:
1.   Dapat memahami gagasan atau pesan dari suatu bahasa tulis.
2. Dapat memahami pemakaian dan penulisan huruf dalam bahasa Indonesia sesudah dengan Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan.
3. Dapat memahami cara Penulisan kata, baik yang sudah mengalami perubahan karena mendapat imbuhan, pengulangan, maupun penggabungan.
4.  Dapat memahami penulisan unsur serapan didalam bahasa Indonesia, baik itu dari segi pengucapan maupun penulisannya.
5. Dapat memahami sebuah tulisan dengan tepat karena mengindahkan pemakaian tanda baca dengan baik dan benar.

1.4  Manfaat
      Dengan mempelajari  materi  Ejaan yang  Disempurnakan, diharapkan kita mampu mengaplikasikan ragam penulisan dengan baik dan benar di dalam kehidupan sehari-hari.  Selain hal tersebut, dengan mempelajari Ejaan yang Disempurnakan kita sudah mencerminkan sebagai bangsa Indonesia yang baik karena mencintai bahasa Indonesia.
  

BAB II

LANDASAN TEORI


2.1  Sejarah Ejaan
Ejaan Van Ophuijsen merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901. Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
1.       Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
2.                  Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, dan sajang.
3.                  Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, dan oemoer.
4.       Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, dan pa’.
Ejaan Republik diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi. Ciri-ciri ejaan ini yaitu:

1.       Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, dan umur.
2.       Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, dan rakjat.
3.       Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
4.  Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
Setelah diresmikannya Ejaan Republik kemudian muncul konsep Ejaan Melindo (Melayu Indonesia) yang dikenal pada akhir tahun 1959. Karena perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya, diurungkanlah peresmian ejaan ini.[1]
Pada era berikutnya telah diresmikan pemakaian Ejaan Yang Disempurnakan pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Peresmian itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.
Perubahan:
Indonesia
(pra-1972)
Malaysia
(pra-1972)
Sejak 1972

Tj

Ch

C

Dj

J

J

Ch

Kh

Kh

Nj

Ny

Ny

Sj

Sh

Sy

J

Y

Y

oe*

U

U









Catatan: Tahun 1947 "oe" sudah digantikan dengan "u".


2.2  Tanda Baca dan Fungsinya
Suatu hal yang sering diabaikan dalam penulisan adalah tanda baca. Banyak sekali penulis yang kurang mengindahkan tanda baca ini. Padahal, tanda baca ini sangat berperan dalam penulisan.
 Adanya tanda baca, akan membantu pembaca memahami sebuah tulisan dengan tepat. Sebaliknya tidak adanya tanda baca, akan menyulitkan pembaca memahami suatu tulisan, bahkan mungkin dapat mengubah pengertian suatu kalimat.[2]


BAB III

PEMBAHASAN


3.1 Ejaan dalam Bahasa Indonesia
            Kata “ejaan” berasal dari kosakata bahasa Arab hija’ menjadi eja yang mendapat akhiran –an. Huruf yang dieja disebut huruf hijaiyah. Mengeja adalah membaca huruf demi huruf. [3]Ejaan adalah sistem tulis-menulis yang dibakukan (distandarisasikan). Ejaan merupakan keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa).[4]
3.2 Pemakaian Huruf
             Dalam pemakaian huruf ini, akan dibahas (1) nama-nama huruf, (2) lafal singkatan dan kata, (3) persukuan, dan (4) penulisan nama diri.
Nama-Nama Huruf
Huruf
Nama
Huruf
Nama
A     a
A
N     n
en
B      b
be bukan bi
O     o
o
C      c
ce bukan se
P     p
pe
D      d
de bukan di
Q     q
ki bukan kyu
E      e
E
R     r
er
F      f
Ef
S      s
es
G      g
ge bukan  j
T      t
te
H      h
Ha
U      u
u bukan iyu
I      i
i bukan ei
V      v
fe bukan fi
J      j
Je
W     w
we
K    k
Ka
X      x
eks
L    l
el bukan il
Y      y
ye bukan ey
M    m
Em
Z      z
zet







Di samping abjad tersebut di atas, ada juga penggabungan huruf untuk melambangkan diftong, seperti : au (harimau), ai (badai), dan oi (amboi). Atau penggabungan khusus yang terdiri dari dua huruf, seperti : kh (khusus, makhluk), ng (langsung, sangsi), ny (nyenyak, nyanyi), dan sy (syarat, syukur), serta nk (bank, sanksi).[5]
Huruf  e bisa  melambangkan /e/ seperti pada kata ekor, merah, atau lebar dan melambangkan /e/ seperti pada kata emas, empedu, lesu, atau semut. Perlu dicatat di sini bahwa dalam sistem tulisan, bahasa Indonesia menggunakan ejaan  fonemis, artinya hanya ada satu bunyi untuk satu lambang.
Hal ini berarti sangat berlainan dengan  bahasa inggris yang menggunakan lambang dengan bermacam-macam bunyi sesuai dengan posisi fonemnya dalam kata.
Lambang /u/ --misalnya—berbeda bunyinya masing-masing pada kata: usually dan sun. Coba bandingkan kata itu dengan lafal /u/ pada kata bahasa Indonesia: bulat dan untuk. Dengan demikian, pengucapan cat menjadi cet, komputer  menjadi kompiuter adalah salah.
3.3 Penulisan Huruf
            Dalam Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, penulisan huruf menyangkut dua masalah, yaitu: (1) penulisan huruf besar atau huruf kapital dan , (2) penulisan huruf miring.
3.3.1        Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital
Penulisan huruf kapital yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan resmi kadang-kadang menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku. Kaidah penulisan huruf kapital itu adalah sebagai berikut:
1.                  Huruf  besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kalimat yang berupa petikan langsung.
Misalnya:
1.                  Nenek bertanya, ‘’kapan kita pulang?’’
2.                  ‘’Kemarin engkau terlambat,’’ katanya.
3.                  Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan, termasuk kata ganti-Nya. Huruf pertama pada kata ganti ku, mu, dan nya, sebagai kata ganti Tuhan harus dituliskan dengan huruf kapital, ditulis serangkai dengan tanda hubung (-). Hal-hal keagamaan itu hanya sebatas pada nama diri, sedangkan kata-kata yang menunjukkan nama jenis, seperti: jin, iblis, surga, malaikat, mahsyar, zakat, dan puasa –meskipun bertalian dengan keagamaan tidak diawali dengan huruf kapital.
Misalnya:
1.                  Semoga Tuhan Yang Mahakuasa memberkati usaha kita.
2.                  Dalam Weda terdapat ayat-ayat yang menganjurkan agar manusia berakhlak terpuji.
Kata-kata keagamaan lainnya yang harus ditulis dengan huruf kapital adalah nama agama dan kitab suci, seperti: Islam, Kristen, Hindu, Budha, Injil, dan Weda.
3.                  Huruf  besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar (kehormatan, keturunan, agama), jabatan, dan pangkat yang diikuti nam orang. Akan tetapi, jika di dalam rangkaian tulisan ini sudah ditafsirkan bahwa penyebutan tanpa nama mengacu pada orangnya, gelar atau jabatan itu harus menggunakan huruf kapital.
Misalnya:
1.                  Pergerakan itu dipimpin oleh Haji Agus Salim.
2.                  Pemerintah memberikan anugerah kepada Mahaputra Yamin.
Jika tidak diikuti oleh nama gelar, jabatan, dan pangkat harus ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
1.                  Calon jemaah haji DKI tahun 2005 ini  berjumlah 9.500 orang.
2.                  Seorang presiden akan diperhatikan oleh rakyatnya.

3.                  Huruf  besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Misalnya:
1.                  Dalam bahasa Bali terdapat kata singgah.
2.                  Kita bangsa Indonesia, harus bertekad untuk menyukseskan pembangunan.
Seperti contoh tersebut, kata suku, bangsa, dan bahasa tetap ditulis dengan huruf awal kecil. Akan tetapi, jika nama bangsa, suku, dan bahasa itu diberi awalan dan akhiran sekaligus, ia harus ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
1.                  Lafal ucapannya masih menampakkan kesunda-sundaan.
2.                  Kita harus berusaha mengindonesiakan  kata-kata asing.

3.                  Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari  raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya:
1.                  Pada bulan Agustus terdapat hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia.
2.                  Biasanya,umat Islam seluruh dunia merasa sangat berbahagia pada hari Lebaran.

3.                  Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas geografi.
Misalnya:
1.                  Salah satu tempat pariwisata di Bali adalah Danau Batur.
2.                  Di Teluk Jakarta telah dibangun proyek perikanan laut.
Akan tetapi jika tidak menunjukkan khas geografi, kata-kata selat, teluk, terusan, gunung, kali, danau, dan bukit ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
1.                  Nelayan itu berlayar sampai ke teluk.
2.                  Kita tidak boleh membuang sampah di kali.

3.                  Huruf  besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya:
1.                  Pasal 36, Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahasa negara adalah bahasa Indonesia.
2.                  Semua anggota PBB harus mematuhi piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Akan tetapi, jika tidak menunjukkan nama resmi, kata seperti itu ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
1.                  Menurut undang-undang dasar kita, semua warga negara mempunyai kedudukan yang sama.
2.                  Pemerintah republik itu telah menyelenggarakan pemilihan umum sebanyak empat kali.

3.                  Huruf  besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata didalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel, seperti di, ke, dari, untuk, dan yang,yang tidak terletak diawal kalimat.
Misalnya:
1.                  Buku Dari Ave Maria ke Jalan ke Roma dikarang oleh Idrus.
2.                   Disempurnakan diterbitkan oleh Balai Pustaka.

3.                  Huruf besar atau huruf kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan, kecuali gelar dokter.
Misalnya:
1.                  Proyek itu dipimpin oleh Dr. Dewi Gita.
2.                  Penyakit ibu saya sudah dua kali diperiksa oleh dr. Susanto.
Catatan:
Ada perbedaan antara gelar Dr. dan dr. (doktor dituliskan dengan D kapital dan r kecil jadi Dr., sedangkan dokter, yang memeriksa penyakit dan mengobati orang sakit, singkatannya ditulis dengan d dan r kecil, jadi dr. ).
3.                  Huruf  besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan. Kata Anda juga diawali huruf kapital.
Misalnya:
1.                  Surat Saudara sudah saya terima.
2.                  Eka bertanya kepada ibunya, ‘’ pagi tadi Ibu menjemput siapa di pelabuhan?’’
Akan tetapi, jika tidak dipakai kata ganti sapaan, kata penunjuk hubungan kekerabatan itu ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
1.                  Kita harus menghormati ibu dan bapak kita.
2.                  Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
3.4 Penulisan kata
3.4.1 Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar, ditulis sebagai satu kesatuan.[6]
      Misalnya :
1.                  Ibu percaya bahwa engkau tahu.
3.4.2  Kata Turunan
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata     dasarnya.
Misalnya :
bergelatar, dikelola, penetapan, menengok, mempermainkan.
1.                  Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awal-an atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. ( Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.)
Misalnya :
bertepuk tangan, garis bawahi, menganak sungai, sebar luaskan.
2.                   Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapatkan awalan    dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V Pasal E, Ayat 5)
Misalnya :
menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan,
penghancurleburan.
1.          Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam konbinasi, hubungan kata itu ditulis serangkai.
         Misalnya :
           adipati, aerodinamika, antarkota, anumerta, audiogram, awahama,       bikarbonat, biokimia, caturtunggal, dasawarsa, dekameter.
3.4.3  Bentuk ulang
         Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
          Misalnya:
          anak-anak, buku-buku, bumiputra-bumiputra, hati-hati, undang-undang.


3.4.4 Gabungan kata
     1.  Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus,  unsur-unsurnya ditulis terpisah.
   Misalnya:
        duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linier, orang tua, persegi panjang.
2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahn pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
     Misalnya:
     alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku ­sejarah- baru, mesin hitung tangan, ibu-bapak kami.
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
       Misalnya:
       acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astaghfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, bea siswa, belasungkawa, bumi putra, daripada, darmabakti.


3.4.5  Kata Ganti –ku, kau, -mu, dan –nya
 Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -nu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
     Misalnya:
      Apa yang ku miliki boleh kau ambil
     Bukuku, bukunya, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
3.5 Penulisan Unsur Serapan
          Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti: Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti: reshuffle, shuttle cock, l’ expoitation de l’homme par l’homme.[7] Unsur-unsur ini dipakai dalam bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya di sesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini di usahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesia masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

      Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu ialah sebagao berikut:
aa (Belanda) menjadi a
    paal                         pal
    baal                         bal
    octaaf                     oktaf
ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e
    aerobe                    aerob
    aerodinamics        aerodinamika
3.6 Penggunaan Tanda Baca
          3.6.1 Tanda Titik (.)
1.                  Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[8]
               Contoh:
1.                  Wayan pergi ke Yogyakarta.
2.                  Budi menanyakan kapan adiknya datang.

b.Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
3.                  A.M. Sangaji
c. Tanda titk tidak dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
Contoh:
4.                  Ir.     Insinyur     Prof.     Profesor
3.6.2  Tanda Koma (,)
a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Contoh:
5.                  Sinta membeli buku, pena, dan penggaris
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh tata, seperti: tetapi atau melainkan.
Contoh:
6.                  Pak Suta bukan ayah saya, melainkan ayah Joni
c. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat apabila petikan langsung tersebut berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan mendahului bagian lain dalam kalimat itu.
Contoh:
7.                  “Ke mana kamu akan pergi?” tanya Gatot.


BAB IV

PENUTUP
4.1     Simpulan
Pemakaian dan penulisan huruf   sangat penting dalam penulisan. Supaya dapat memahami pemakaian dan penulisan huruf dalam bahasa Indonesia sesuai dengan Pedoman Umum  Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.
Penulisan kata juga sangat penting dalam bahasa Indonesia, karena dalam berbahasa kita menggunakan  kata. Dalam berbahasa seringkali kata dasar mengalami  perubahan karena mendapat  imbuhan, pengulangan, dan penggabungan.
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia banyak menyerap unsur pelbagai bahasa lain, baik bahasa daerah maupun bahasa asing. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan ini ada yang sudah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapan maupun penulisannya, dan ada yang belum sepenuhnya disesuaikan.
Suatu hal yang sering diabaikan dalam penulisan adalah tanda baca. Banyak sekali penulis yang kurang mengindahkan tanda baca ini. Padahal, tanda baca ini sangat berperan dalam penulisan. Adanya tanda baca, akan membantu pembaca memahami sebuah tulisan dengan tepat. Sebaliknya tidak adanya tanda baca, akan menyulitkan pembaca memahami suatu tulisan, bahkan mungkin dapat mengubah pengertian suatu kalimat.

  4.2   Saran
            Dari  pembahasan yang telah diuraikan, kami berharap agar mahasiswa dapat mengimplementasikan Ejaan yang Disempurnakan di dalam suatu penulisan karya ilmiah. Sehingga jika hal tersebut diaplikasikan di dalam kehidupan sehari-hari, maka suatu karya tulis akan mudah dipahami oleh pembaca.


[1]http://www.wikipedia.com/ejaan-yang-disempurnakan/



[2] Akhadiah, Sabarti, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Erlangga.1998).  hal 181



[3] A. Gani, Ramlan, Disiplin Berbahasa Indonesia, (Jakarta: UIN FITK Press.2010) hlm. 17
[4] Putrayasa, Ida Bagus, Kalimat Efektif, (Bandung:Refika Aditama) hlm. 21



[5] A. Gani, Ramlan, Disiplin Berbahasa Indonesia, (Jakarta:UIN FITK Press.2010). hlm 20



[6] Tim Penyusun, Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan, (Yogyakarta: DIVA Press.2011). hal 33.

[7] Tim Penerbit, Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama.2007). hal 25.
[8] Tim Penyusun, Pedoman Umum Ejaan Yang Disempurnakan, (Yogyakarta: DIVA Press.2011). hal 61.

No comments:

Post a Comment