My Real Blog, Life, Education, Story, Song, Laugh and My Real Love♡

Monday 28 October 2013

Makalah Kontribusi Islam terhadap Sosiologi



PENDAHULUAN

Makalah ini kami buat berdasarkan materi dalam pembahasan sosiologi yaitu kontribusi islam terhadap sosiologi . Yang mana pada mata kuliah ini di dampingi oleh dosen pembimbing yaitu:  Bapak  H. Syaripulloh, M. Si. Sebelum kami membahas makalah ini kami akan memperkenalkan diri, kami dari kelompok sepuluh kelas 1 ips C, yang beranggotaan yaitu:
1.      Ria Liniarti
2.      Irfan Ali Musyafi
3.      Kursiwi
Dalam kesempatan kali ini akan menjelaskan tentang kontribusi islam terhadap sosiologi. Kontribusi nilai-nilai Islam terhadap sosiologi mengindikasikan adanya sosiologi islam jika sosiologi Islam digunakan maka terjadi “islamisasi” hal ini menandakan masuknya nilai-nilai Islam sebagai bagian integral sosiologi. Usaha ini biasanya mencoba menjelaskan sosiologi bersesuaian dengan nilai-nilai keislaman atau bagaimana Islam menguraikan tentang fenomena sosial. Dalam kajian sosiologi Islam, sumber ajaran Islam (Al-qur’an dan Hadis) menjadi dasar  utama dalam menjelaskan relasi individu-individu dalam masyarakat. Tulisan sosiologi Islam disini juga tidak bertujuan untuk menghadapkan antara perspektif antara sosiologi Islam dan soiologi Kontemporer,tetapi seberapa jauh terdapat perbedaan-perbedaan yang distingtif dalam fenomena sosial dilihat dari perspektif keislaman dan sosiologi kontemporer.
Sosiologi Islam juga menganalisis fenomena sosial dan pola hubungan antar individu sebagai realitas sekaligus sunatullah. Sunatullah adalah realitas yang diakualisaikan tentang “apa yang sebaiknya dan apa yang seharusnya. Telaah kritis keislaman terhadap realitas dipandang sebagai mempertahankannya sebagai khalifah Tuhan.[1]
 
Manusia dan Masyarakat
Hubungan manusia dan masyarakat menggambarkan hubungan simbiosis keberadaannya satu sama lain. Masyarakat ada karena tersusun dari manusia dan system nilainya. Pandangan – pandangan sosiolog kontemporer dalam hal ini akan melihat dari gejala – gejala umum yang sering terjadi sehingga di tafsirkan sebagai faktor utama, demikian juga dengan kasus – kasus lain.
          Sosiolog Islam, pada sisi lain, menjelaskannya lebih deduktif, yaitu merujuk pada dasar normatif doktrinal agama kemudian dijabarkan dan dihubungkan dengan fenomena sosial yang bersifat rasional.
Kajian sosiologi Islam juga melihat masyarakat dan manusia dari sisi peran dan perintah kekhalifahan Tuhan. Manusia ada diartikan sebagai pembawa misi yang ada pada dirinya bersama dengan petunjuk yang dibawa oleh ajaran agamanya. Misi ini dijelaskan dalam bentuk nilai dan norma yang menjadi anutannya, karena manusia tidak bisa melepaskan diri dari ketentuan Tuhan yang memberikan pilihan untuk berbuat baik dan buruk.
          Posisi Islam dan realitas sosial berperan sebagai deskripsi sekaligus kesimpulan dalam mencari pilihan yang terbaik yang mengarah pada pemecahan masalah. Meminjam pendekatan Islam dalam menjelaskan fenomena sosial akan berguna untuk membaca aspek kehidupan, lingkungan dan gejala-gejala sosial.[2]
          Terintregasinya nilai-nilai Islam ke dalam kajian ilmu sosial, menurut al-Attas sebagai upaya pembebsan manusia dari tradisi magis, mitologi, animistik, dan kultur nasinal yang bertentangan dengan Islam. Pada sisi lain, ia menjelaskan bahwa Islam bisa menjelaskan tentang ketidaktahuan manusia yang berakibat pada perbuatan tidak adil pada dirinya.  Konsep-konsep sosiologi Barat tidak dikesampingkan dengan serta merta, tetapi melaui proses selektif dengan nilai-nilai keislaman.[3]

Sosiologi Islam vs Sosiologi Kontemporer
          Sosiologi Islam memandang bahwa fenomena sosial masyarakat berhubungan erat dengan nilai-nilai manusia dan ketuhanan, sementara sosiologi kontemporer menfokuskan pada fenomena empiris yang bersifat rasional yang bebas nilai.[4] Fenomena sosial adalah sunatullah yaitu peran manusia sebagai khalifah di dunia (masyarakat), sedang sosiologi kontemporer melihat manusia sebagai makhluk yang bisa dijelaskan dalam konteks masyarakatnya.
Secara umum, sosiologi kontemporer dikembangkan dari pemikiran dasar Auguste Comte, yaitu suatu pendekatan ilmiah dalam menjelaskan manusia dan masyarakat melalui filsafat rasional. Masyarakat dapat ditelaah secara ilmiah dan bahwa pemahaman ilmiah atas masyarakat bisa diterapkan untuk menciptakan suatu masyarakat lebih baik. Pandangan ini dikenal dengan, “positivisme”.[5]  Pemikiran ini kemudian diadopsi oleh sosiolog-sosiolog Barat  seperti Max Weber, Karl Max, dan Emile Durkheim.
Perspektif – perspektif sosiologi sangat beragam satu sama lain untuk menjelaskan fenomena sosial. Dalam menjelaskan fenomena sosial dengan menjelaskan perspektif biologi, misalnya, pola hubungan individu digambarkan sebagai satu kesatuan yang utuh. Teori ini dalam sosiologi dikenal sebagai teori struktural fungsional. Spekulasi-spekulasi tentang fenomena sosial kemudian melahirkan penafsiran yang berbeda dengan konsesus atau status quo.

Kontribusi Islam pada Sosiologi
          Kontribusi Islam dan sarjana Muslim terhadap sosiologi baik langsung maupun tidak langsung menjadi inspirasi sosiolog kontemporer dalam mengembangkan sosiologi. Al-Biruni, Ibn Batutah, al-maqrizi, dan Ibn Khaldun adalah segelintir ilmuwan Muslim yang berkontribusi penting dalam sosiologi. Karya Ibn-Batutah, misalnya, meninggalkan informasi penting tentang data etnografis baik pada komunitas Muslim ataupun komunitas lainnya seperti Afrika dan Cina.  Dari data ini kemudian dikembangkan middle Range theories tentang stratifikasi, peranan seks, hubungan ras, perbudakan, dan peranan rasionalissi dalam perkembangan manusia.
          Dalam kajian teks, seperti tafsir Alquran, al-Thabari, Ibn Katsir, dan Zamakhsyari memberikan kontribusi penting pada kajian kitab suci di Barat yang juga berkembang di dunia Islam. Dalam bidang Hadis, Bukhari, Muslim, dan al-Turmudzi menyumbangkan kajian menonjol dalam bidang historigrafi dan bahasa .
          Dalam bidang sosiologi hukum, dikenal nama-nama seperti Abu Hanifah, Malik Ibn Anas, Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, Ahmad Ibn Hambal, dan ulama-ulama syi’ah. Imam Abu Hanifah mengembangkan konsep istihsan, Malik Ibn Anas mengenalkan Istihlah, dan al-Syafi’i menjelaskan tentang Istihhab. Ketiga teori ini muncul sebagai usaha  dalam menghubungkan realitas sosial dengan aturan yang harus dibuat ketika sumber hukum utama (Alquran dan Hadis) tidak membicarakannya secara jelas.

Kontribusi Ibn Khaldun
          Kontribusi Ibn Khaldun (1377) terhadap sosiologi telah diakui oleh kalangan ilmuwan sejarah dan sosiologi.[6] Walaupun Auguste Comte (1798-1857) dipandang sebagai bapak sosilog Barat, pemikirannya baru muncul 4,5 abad setelah masa kehidupan Ibn Khaldun. Kontribusi Ibn Khaldun dalam bidang sosiologi juga diakui oleh orientalis Soviet.
          Salah satu teori sosial yang dikenalkan Ibn Khaldun adalah ashabiyah. Konsep ashabiyah yang ditawarkan Ibn Khaldun tidak memiliki padanan kata dalam bahasa Inggris. Ahabiyah adalah istilah yang populer pada masa pra-Islam, tetapi menjadi populer dalam buku Mukkadimah Ibn Khaldun. Konsep Ashabiyah mejelaskan tentang ikatan dasar masyarakat dan kekuatan mendasar motif sejarah. Secara umum, Mukkadimah Ibn Khaldun membahas enam bagian studi masyarakat dan peradaban manusia, antara lain:

1)    Masyarakat secara umum,
2)    Masyarakat nomaden yaitu suku-suku Arab dan quasi Negara
3)    Negara, khalifah, kedaulatan dan fungsi monarki
4)    Masyarakat beradab dalam kota
5)    Pandangan, pola hidup dan cara penghidupan masyarakat
6)    Sainsdan cara mempelajarinya
Konsep Mukaddimah dalam ashabiyah adalah hubungan darah antar individu secara umum terutama hubungan kekrabatan keluarga dan timbal balik dan kekuatan utama suku atau masyarakat yang tercemin dalam kehendak yang sama. Konsep ashabiyah yang berhungan dengan desa dan kota dianalogikan dengan sebagai konflik, keduanya memiliki ciri-ciri khusus yang menjelaskan kecenderungan  masyarkat yang berasosiasi secara baik atau bersaing satu sama yang lain. Konsep ini mempunyai kesamaan dengan para sosiolog kontemporer. kesamaan konsep ini   terdapat pada dalam teori dualistic typology (saling berlawanan) seperti contoh dibawah ini:
No     Sosiolog                         Dualistik Tipologi Masyarakat
1        Ibn Khaldun                         Badwi >< Kota
2        Tonnes                           Komunitas >< masyarkat
3        Durkheim                          Mekanik >< Organik
4        Cooley                                  Primer >< Skunder
5        Redfield                                   Desa >< Kota
6        Becker                                   Sakral >< Skuler
         
Hubungan Ibn Khaldun dan ilmu sosiologi memilki arti penting dalam pengembangan sosiologi kemudian. Ia menjelaskan bahwa setiap Dinasti atau peradaban memiliki benih benih kemunduran . artinya penguasa dalam sebuah dinasti akan cenderung muncul dalam pinggiran dari kaisar besar dan banyak menggunakan kekuatan ashabiyah yang hadir dalam lingkungannya untuk menanamkan kepentingan dengan tujuan untuk melakukan perubahan dalam kepemimpinan. Ini menandakan bahwa pemimpin-pemimpin baru pada saat pertama akan dianggap sebagian barbarian jika dibandingkan dengan pemimpin yang lama. Ketika penguasa-penguasa itu bisa mapan pada pusat kekuasaannya mereka akan semakin longgar, kurang koordinasi, disiplin dan hati hati dan lebih memperhatikan penguasa barunya  dan gaya hidupnya dalam pusat kekuasaan berarti ikatan internal dan hubungan dengan kelompok pinggiran asal yaitu Ashabiyah, terpecah menjadi faksionalisme dan individualisme seraya menghilangkan kemampuan politik . Dengan demikian, suatu kondisi akan tercipta dimana  suatu dinasti baru akan muncul di pinggiran control mereka, tumbuh kata dan pengaruh pada pergantian pemimpin dan memulai yang baru. Dalam sifat alamiah Ibn Khaldun berbeda dengan sosiolog kontemporer. Secara alamiah , manusia wewarisi sifat alamiah yang sama yaitu memiliki sifat yang baik.
Ibn Khaldun dan Sosiolog Kontemporer
        Pertemuan pemikiran Ibn Khaldun dengan sosiolog modern seperti Durkheim dan Weeber dapat diuraikan sebagai berikut. Solidaritas yang kuat antara kelompok Badwi menurut Ibn Khaldun telah menjelma menjadi komunitas yang berhadapan dengan kota. Dengan cara hidup cara hidup yang berpindah-pindah , karena sistem sosial dan sumber kehidupan dari ternak onta (kambing) mereka sering kali merampok harta orang kota. Dengan cara ini kelompok Badwi akan mendiami semikota dan membentuk dinasti yang masih terikat oleh ashabiyahnya. Namun  mereka lambat laun dipengaruhi sistem kota, dan karena itu  ashabiyah kesukuan akan muali berkuarang , mereka takluk oeh tradisi kemaksiatan kota sebeb itu kelompok ini mudah di kalahkan oleh suku lain yang ikatan sosialnya masih kuat.[7]
Secara implisit , Ibn Khaldun menjelaskan bahwa kekuatan dasar manusia terletak pada  keyakinan untuk berasosiasi . ikatan asosiasi akan kuat jika miliki keyakinan yang sama antar kelompok individu. Disinilah pemikiran Ibn Khaldun berperan penting dalam pembentukan cikal bakal nasionalisme. Jika itu terpelihara maka akan muncul identitas yang dimiliki bersama, fanatisme, dan ideologi.
Dalam melihat fenomena sosial  berkrakteristik tipologi dualistik : kota dan desa: Badwi dan kelompok urban Ibnu khaldun maju dari pada ilmuan lain sezamannya bahkan dalam paradigma soisiologi kontemporer , sulit untuk di sangkal bahwa pemikiran Emile Durkheim memiliki kesaamaan dengan Ibn Khaldun.
Sosiologi Islam : Sebuah alternative ?
           Pemaknaan Islam bagi sosiologi Islam sangat kental dengan nilai-nilai ketuhananan. Karena itu , sosiologi Islam akan menjelaskan fenomena sosioal untuk mengungkapkapkan masalah sekaligus menjelaskan penyelesaiannya berdasarkan nilai-nilai baik dan buruk yang diakui oleh Islam. Ketika sebuah ilmu mengandung tujuan dan harapan, maka ia ada bukan hanya bersifat asumsi-asumsi yang diverifikasi. Beberapa kemungkinan yang bisa di tawarkan dalam kaitannya dengan  sosiologi dan Islam antara lain sebagai berikut:
1.     Alam yang alamiah. Pemahaman tentang alam dan fenomena sosial  selalu dikaitan dengan pencipta , termasuk asal penciptaan manusia beserta karakteristiknya. Allah dipahami prima kuasa dan otoritas tunggal yang ada di dalam sosiologi modern. Yang terakhir ini melihat alam sebagai fenomena biasa yang akan mengarah kemana saja dan berakibat tertentu mengikuti sebab akibat yang saling terkait secara empiris.  Kerena itu , asumsi-asumsi berdasar kepada kepada saling menghubungkan fakta dengan fakta dan menganbil kesimpulan secara relatigf akibatnya  keyakinan seperti ini mengganti Allah , seperti ungkapan bahwa alam menjadikan semua hal menjadi mungkin. Pandangan keyakinan pada allah yang tunggal menjadi utama dalam sosiologi islam. Jika Allah  seseorang mengatakan bahwa semua yang ada adalah alamiah, maka perlu dipahami bahwa Allah adalah pencipta alam ini.
2.     Manusia alamiah. Karakteristik manusia Yang dijelaskan  Alquran ada empat hal
                               i.     Manusia terdiri hal- hal berlawanan seperti jahat dan baik. Hal itu berawal dari sumber utama ciptaan manusia dalam doktrin ini , manusia juga di dorong untuk mengikuti dan mengembangkan hokum-hukum Allah dalam masyarakat. Prinsip ini berbeda dengan tradisi kristiani yang mengatakan bahwa manusia pada dasarnya berdosa , atau dalam tradisi kontemporen manusia adalah berdiri sendiri dan inilah yang bisa di tafsirkan sebagai bagian dari pola hubungan relasi dalam individu.
                             ii.  Manusia memiliki kemampuan untuk berbuat keputusan artinya , ketentuan awal ada pada manusia bukan telah dibuat dan ada sebelumnya, tetapi yang menentukan perilaku manusia adalah keinginan manusia sendiri   
3.     Manusia memiliki kemampuan untuk memahami dan mendapatkan pengetahuan (Q.S 2:31). Dalam ayat ini terkandung pengertian bahwa manusia bukan saja memiliki kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan tetapi juga menciptakan pengetahuan dengan demikian meningkatkan modal intelektual.[8]
4.     Aturan sosial. Masyarakat terdiri dari dua elemen: pluralitas dan aturan yang mereka harus diikuti bersama. Dimana di dalam Al-quran di jelaskan bahwa manusia di mulai dari Adam dan Hawa.
Sejarah manusia . dalam sejarah manusia, proses dialektis progresif dan perubahan yang slaing berlawanan dan beradil dan tiorani. Ketika manusia berusaha menciptakan keadilan ,ia akan menghadapi tantangan atau bahkan penolakan. Jika di kaitkan dengan Marx, yang melihat konflik sebagai  dasar dari sisi diadelik sejarah. Sejarah al-quran dengan penjelasannya yang unik pada Sistem berubah tetapi noda akan hilang kembali dengan  kekuatan kebaikan atau sebaliknya. Bertolak belakang dengan Marx , Islam menjelaskan solusi akhir bergantung pada kemampuan manusia untuk merubah dirinya (Q.S 13:12) yang artinya, “Dia-lah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung”.
Landasan utama  sosiologi islam terdapat pada juga  ditelusuri dari pemikiran  Ali Shar’ati, Sosiolog Muslim kelahiran Iran. Dalam menjelaskan sistem Masyarakat dan munculnya komunitas , ia merujuk pada peristiwa kabil dan habil yaitu lahirnya sebuah kekuatan. Dalam melihat kasus ini yng ia anggap sebagai awal sejarah manusia. Ali shari’ati menggambarkan kabil sebagi simbol negative dan habil sebagai simbol positif. Dalam kaitan kekuasaan, ia  menyebut Kabil sebagai penguasa (king) dan Habil sebagai yang dikuasai. Kematian Habil adalah objektif, agam kehidupan pemerintah dan ekonomi  dan nasib manusia ada  karena bermula dari kasus ini . Karena itu , peristiwa ini sebagai contoh universal dalam kehidupan manusia secara fakta dan ilmiah bersumber pada kontradiksi dan perjuangan di mana faktor-faktor ekonomi dan seks berperan sangat dominan.[9]        
Konsep Islam Tentang Masyarakat
Berikut adalah beberapa konsep tentang sosiologi Islam yang bisa memberikan perspektif baru dalam menjelaskan fenomena sosial yang cenderung positivistik.
1.  Untuk menawarkan teori islam tentang masyarakat, hubungan material dan spiritual dalam kaitannya dengan eksitensi manusia perlu ditekankan terutama asal mula manusia yang memiliki dua sisi, baik dan buruk.
2.  Teori ini memusatkan diri pada proses rasional dan membuat keputusan dengan memilih alternatif - alternatif yang menghalangi interaksi sosial pada tingkat minimum.
3.  Teori ini harus mampu mengembangkan pada proses yang lebih luas seperti konsensus dan kerja sama pada satu sisi dan konflik dan persaingan pada sisi lain.
4.  Teori ini harus mampu menjelaskan perubahan pada pola-pola perilaku individu juga pada masyarakat dalam kaitanya dengan proses-proses internal, seperti evolusi dan revolusi dan faktor eksternal asimilasi dan invansi.
5.  Teori ini harus digunakan untuk mencapai tujuan islami dengan penekanan pada situasi motivasi manusia pada tingkat individu, kelompok, komunitas nasional bahkan internasional.
Mutahhari melikat konsep masyarakat dari surat Al-Hujurat ayat 13: “ Hai manusia, kami ciptakan kamu laki- laki dan perempuan, dan kamikalian berbeda-beda suku dan bangsa agar kalian saling kenal mengenal.”[10] ayat ini
 bisa dijadikan argumen dalam merespon konsep masyarakat yang diajarkan selama ini, yaitu:
1.     Masyarakat yang terbentuk secara alami
2.     Berkerja sama karena ada kelebihan dan kekurangan satu sama lain.
3.     Kehidupan sosial yang didasari pada pilihan untuk mencapai tujuan yang penting (rasional).
Islam memberikan perspektif bahwa hubungan manusia dibentuk atas dasar perasaan berbeda tetapi sejajar, tidak merasa lebih unggul dari yang lain , sebab keunggulan dicapai dengan kebaikan. Berbeda dari teori-teori sosial tentang masyarakat diatas , Islam memberikan penjelasan rasional bahwa hubungan individu satu dengan yang lain sebagai gejala alamiah, namun ia tidak semata mata hubungan kontrak , memilih demi mancari  vested interest.[11]
Penawaran teori diatas harus mampu mencangkup proses-proses manusia yang menggambarkan dua kutub yang saling ssasling berlawanan dalam btasan-batasan hubungan manusia. Hal ini dilakukan karena kelemahan sosiologi kontemporer dalam menjelaskan fenomena masyarakat hanya mengambil pada posisi ektrim. Contohnya adalah perspektif sosiologi yang memusatkan perhatian nya pada fenomena mikro, seperti interaksionisme simbolik yang tidak mampu menjelaskan hal-hal makro . Isu tentang konflik gagal untuk menjelaskan keserasian. Hal itu karena fokusnya  pada manusia yang bersifat material dan mengabaikan sisi spiritual. Karena sosiologi lebih dipandang sebagai kajian rasional yang menempatkan agama sebagai institusinya maka kajian sosiologi di Negara barat maupun dalam islam tidak merujuk pada Alqur’an atau hadist Nabi. Paradigma sosiologi berkembang saat ini beranjak dari asumsi dasar bahwa manusia adalah makhluk alamiah yang memiliki kemiripan dengan hewan terlepas dari ikatan transendental  ketuhanan , maka muslim pun bisa mempraktikan nilainya tanpa rasa malu.[12]  Kontribusi Islam terhadap sosiologi seperti diatas  dapat dilihat dari berbagai sisi. Namun isu penting kontribusi Islam dapat di uraikan dari sumber data, teori-teori tentang masyarakat yang berkembang oleh para sarjana muslim  dan nilai- nilai Islam. Di samping kontribusi Islam, terlihat bahwa paradigma relatif  dalam karakteristik sosiologi kontemporer telah mengakibatkan terjadinya madzab-madzab sosiologi yang beragam. Karena itu, sosiologi Islam bisa di gunakan sebagai sosiologi Alternatif dalam menjelaskan fenomena tadi . ketika sosiologi Islam di gunakan , bukan berarti ia menjadi bagian keharusan atau jawaban yang valid dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial.



KESIMPULAN
Pada dasarnya faktor  utama akan keberadaan masyarakat yaitu karena tersusun dari beberapa manusia dan sistem nilainya, karena itu ada dua pandangan yang berbeda yakni dari sosiologi islam memandang bahwa fenoena sosial masyarakat berhubungan erat dengan dengan nilai-nilai ketuhanan sementara sosiologi kontemporer memandang bahwa fenomena sosial masayarakat terfokus pada sosial empiris yang bersifat rasional bebas nilai ,  tetapi kontribusi ialam pada sosiolog secara langsung atau tidak langsung akan menjadi sosiolog kontemporer seperti pertemuan pemikiran ibnu khaldun dengan sosiolog kontemporer (modern) menguraikan bahwa solidaritas yang kuat antara kelompok badui talah menjadi komunoitas yang berhadapan dengan kota .Ibnu khaldun menegaskan kembali bahwa kekuatan manusia terletak pada keyakinan untuk berasosiasi (keyakinan yang sama antara kelompok individu).
Dengan semua itu telah terbukti bahwa sosiolog islam merupakan sebuah alternative dengan sebuah kemungkinan yang bisa ditawarkan dalam kaitannya terhadap sosiolog islam antara lain : alam yang alamiah,manusia yang alamiah,kekuatan manusia,aturan sosial,dan sejarah manusia.
Konsep islam tentang masyarakat  itu sendiri adalah  :
1.     Menawarkan teori islam tentang masyarakat
2.     Memusatkan diri pada proses rasional
3.     Mengemmbangkan pada proses yang lebih luas
4.     Mampu menjelaskan perubahan
5.     Menggunakannya untuk mencapai tujuan islami

DAFTAR PUSTAKA

Ba-Yunus, Ilyas dan Farid Ahmad. 1996.  Sosiologi Islam dan Masyarakat Kontemporer. Bandung: Mizan.
Razak, Yusron, (e.d).2008. Sosiologi Sebuah Pengantar.  Jakarta:      Laboratorium Sosiologi Agama.
Saefuddin, A.M. 1998.  Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi. Bandung:  Mizan.




[1] Razak, Yusron, (e.d), Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta:  Laboratorium Sosiologi Agama.2008). hal 243.




[2] A.M. Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung: Mizan.1998).hal 136.           

3Razak, Yusron, (e.d), Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama.2008). hal 245.

[4] Razak, Yusron, (e.d), Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta. Laboratorium Sosiologi Agama.2008). hal 246.

[5] Ilyas Ba-Yunus dan Farid Ahmad, Sosiologi Islam dan Masyarakat Kontemporer, (Bandung: Mizan.1996). hal 17.

[6]   www.scribd.com/../MAKALAH-SOSIOLOGI 

[7]  Razak, Yusron, (e.d), Sosiologi Sebuah Pengantar, ( Jakarta. Laboratorium Sosiologi Agama.2008). hal 258.

[8] Razak, Yusron, (e.d), Sosiologi Sebuah Pengantar, ( Jakarta. Laboratorium Sosiologi Agama.2008). hal 258.

[9] Razak, Yusron, (e.d), Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta. Laboratorium Sosiologi Agama.2008). hal 261.

[10] Razak, Yusron, (e.d), Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama.2008). hal 262.
[11] Razak, Yusron, (e.d), Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama.2008). hal 263.

[12]  Razak, Yusron, (e.d), Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama.2008). hal 263.

No comments:

Post a Comment