1. Sejarah
Pengelolaan Migas Indonesia
Teori Anorganik dikemukakan oleh
Berthelok (1866) yang menyatakan bahwa minyak bumi berasal dan reaksi kalsium
karbida, CaC2 (dan reaksi antara batuan karbonat dan logam alkali)
dan air menghasilkan asetilen yang dapat berubah menjadi minyak bumi pada
temperatur dan tekanan tinggi.
Sejak
jaman pemerintahan kolonial Belanda, di Indonesia sudah dilakukan eksplorasi
dan produksi minyak bumi. Pengusahaan minyak bumi di Indonesia memang tergolong
yang tertua di dunia. Pengeboran minyak pertama di Indonesia, yang dilakukan
oleh J Reerink, 1871, hanya berselang dua belas tahun setelah pengeboran minyak
pertama di dunia oleh Kolonel Edwin L Drake dan William Smith de Titusville
(1859), di negara bagian Pensilvania, Amerika Serikat. Meskipun demikian,
berbeda halnya dengan sektor perkebunan dan pertanian yang sudah ratusan tahun
diperah, sektor pertambangan baru dikembangkan oleh Belanda pada abad ke-19.
Dua abad lebih setelah VOC didirikan, sektor pertambangan belum menjadi andalan
pendapatan pemerintah kolonial. Hal ini bisa dilihat dari adanya Indische
Mijnwet, produk undang-undang pertambangan pertama, yang baru dibuat oleh
Belanda pada tahun 1899.
Pada
tahun 1890, Belanda secara resmi mendirikan perusahaan minyak di Indonesia yang
diberi nama NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij,
atau Royal Dutch Petroleum Company. Sebelum itu, di negeri Belanda sendiri
telah dibentuk Doordsche Petroleum Maatschappij pada tahun 1887, oleh
Adriaan Stoop, untuk mengembangkan lapangan minyak di Surabaya, Jawa Timur.
Stoop memperoleh konsesi seluas 152,5 km persegi. Lapangan Kruka merupakan
lapangan tertua di daerah ini. Dari lapangan Djabakota berhasil diproduksikan sekitar
8000-an liter minyak bumi. Stoop kemudian membangun kilang Wonokromo pada tahun
1890 – 1891 untuk mengolah minyak mentah yang dihasilkan. Kilang ini merupakan
yang tertua di Pulau Jawa. Sejak itu, banyak berkembang konsesi-konsesi di
Jawa, antara lain di daerah Gunung Kendeng, Bojonegoro, Rembang, Jepon dan
lain-lain. Totalnya sekitar tiga puluh lapangan. Sejalan dengan pengembangan
lapangan-lapangan itu, didirikan pula kilang di Cepu, Bojonegoro.
Masuknya
kartel-kartel raksasa minyak dunia dalam industri migas di Hindia Belanda
diawali dengan terbitnya undang-undang pertambangan (Indische Mijnwet)
pada tahun 1899 (Syeirazi, 2009). Undang-undang ini memperbolehkan pihak swasta
untuk terlibat di dalam pengusahaan minyak bumi, setelah sebelumnya pemerintah
kolonial melarang keterlibatan pihak swasta. Standard Oil of New Jersey (SONJ),
yang merupakan perusahaan swasta pertama, datang ke Hindia Belanda pada tahun
1912. Mereka lalu mendirikan anak perusahaan bernama Nederlansche Koloniale
Petroleum Maatschappij (NKPM). Hanya berselang sepuluh tahun, perusahaan
itu mampu berproduksi hingga 10 – 20 ribu barel per hari dari sumur Talang
Akar. Keberhasilan ini mendorong NKPM membangun kilang di Sungai Gerong pada
tahun 1926.
Pada
tahun 1924, Standard Oil of California (Socal), grup Standard Oil yang lainnya,
datang ke Hindia Belanda. Socal kemudian bergabung dengan Texaco dan mendirikan
perusahaan joint venture bernama NPPM (Nederlandsche Pasific
Petroleum Maatschappij). Pengeboran pertama mereka lakukan pada tahun 1935
di Blok Sebangga, sekitar 65 km utara Pekan Baru, dan menghasilkan minyak
meskipun tidak terlalu besar. Penemuan besar mereka terjadi pada tahun 1944,
pada saat ahli geologi NPPM melakukan pengeboran di Sumur Minas-1. Penemuan
inilah yang merupakan cikal bakal penguasaan Chevron terhadap cadangan minyak
terbesar di Indonesia saat ini.
2. Produksi Minyak dan Gas
Kegiatan sektor minyak dan gas dapat dibagi menjadi
kegiatan hulu (upstream) yang meliputi eksplorasi dan eksploitasi serta
kegiatan hilir (downstream) yang meliputi pengolahan, penyulingan,
pemasaran, dan distrubusi. Proses eksplorasi dimulai dengan pencarian wilayah
yang mengandung cadangan minyak dan gas. Pemetaan geologi dan survey geofisika
dan seismik dilakukan untuk mengetahui daerah-daerah mana saja yang mempunyai
kandungan minyak dan gas. Berdasarkan letak sumber minyak dan gas bumi
tersebut, kita mengenal 2 jenis pertambangan minyak dan gas bumi yaitu di darat
(on shore) dan di lepas pantai (off shore). Setelah ditemukan
daerah yang mempunyai cadangan minyak maka dimulailah pemasangan fasilitas
produksi dan pengeboran/drilling, kemudian pengangkatan minyak,
penyulingan, proses produksi dan distribusi.
Saat ini negara yang mempunyai cadangan minyak terbesar
di dunia adalah Arab Saudi dengan cadangan minyak mencapai 265 milyar barrel.
Sementara di Indonesia diperkirakan mempunyai cadangan minyak sebesar 907,3
juta barrel dengan produksi 1.5 juta barel per hari. Pengeboran sumur minyak
pertama di Indonesia dimulai tahun 1885 dengan perusahaan yang dibentuk untuk
mengambil dan mengolahnya adalah Royal Dutch atau Shell Group yang kemudian
menjadi produsen minyak utama di Indonesia hingga Perang Dunia II. Saat ini pun
Shell masih merupakan perusahaan dengan kapasitas penyulingan terbesar di dunia
dengan 4.230.000 barrel per hari. Setelah masuknya Caltex dan Stanvac, ketiga
perusahaan ini menjadikan Indonesia negara penghasil minyak terbesar di Timur
Jauh dengan produksi 63 juta barel per tahun di tahun 1940.
Wewenang pengaturan kegiatan hulu biasanya diberikan
kepada perusahaan minyak milik pemerintah seperti Petronas di Malaysia, Pamex
di Meksiko, dan di Indonesia diberikan kepada Pertamina (Perusahaan
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara). Setelah kemerdekaan, Shell, Stanvac
dan Caltex bekerjasama dengan pihak Indonesia untuk mengatur eksplorasi dan
eksploitasi minyak di Indonesia yang lambat laun dilepaskan sepenuhnya kepada
pihak Indonesia. Saat ini perusahaan asing tersebut mempunyai kontrak Production
Sharing dengan pembagian rente ekonomi berdasarkan persentase yang besar
untuk Pertamina.
Timbulnya pemanasan global yang merupakan efek rumah kaca
yang disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil menghasilkan kesepakatan
antara negara-negara di dunia untuk mengurangi tingkat emisi rumah kaca.
Berdasarkan Protokol Tokyo tahun 1997 yang merupakan kelanjutan dari
kesepakatan bumi di Rio de Jeneiro, tingkat emisi rata-rata di tahun 2008 harus
5% dibawah tingkat emisi tahun 1990. Akibatnya penggunaan bahan bakar fosil
akan berkurang dan tentu saja akan berdampak bagi negara pengekspor minyak dan
gas bumi seperti Indonesia. Apalagi sebagian besar ekspor minyak dan gas kita
di ekspor ke Jepang yang terikat Protokol Tokyo.
Daftar Pustaka
theme nya keren , jadi motivasi untuk blog aku
ReplyDeletebaru tau ternyata dapet komentar, huwaa terimakasih indahlestariblog..semoga blognya Indah juga makin kece ;)
ReplyDelete